BannerFans.com
Blog ini hanya khusus untuk orang yang sudah menikah
Semua materi di blog ini hanya untuk bumbu dalam hubungan suami istri

blog ini bukan untuk 17+, tapi khusus yang sudah menikah
berpikirlah yang fositif

share:


Cerita Sex Nafsu Seorang Janda


Sebenarnya aku malu menceritakan kejadian yang sampai sekarang masih sering kulakukan ini. Aku adalah seorang ibu rumah tangga dan aku juga punya status sebagai janda. Kehidupan aku cukup baik, karena peninggalan deposito dari suami dan kadang2 ada bisnis jual beli perhiasan dengan teman. Anak aku ada 2 orang dan mereka semua sekolah di Jogya, karena dekat dengan kakek neneknya. Dirumah aku cuma ditemani oleh Surti (pembantu) dan Remi, anjing herder peninggalan suami juga.

Suatu hari teman jual beli perhiasan aku yang bernama Tina datang kerumah. Teman bisnis aku banyak, dengan Tina aku baru kenal kira2 1 bulan yang lalu. Usia wanita itu sama dengan aku dan punya anak satu, wajahnya cukup cantik ditambah dengan make up yang pandai, dan Tina tahu cara merawat tubuh dengan baik, aku mendengar dari teman2 bahwa dia sangat pandai dalam berbisnis perhiasan, apalagi ditambah kepandaiannya berbicara merayu pembeli. Tina datang kerumahku hari itu untuk menitipkan perhiasan yang hendak dijual, biasanya kami suka bertemu direstoran padang langganannya, tumben hari ini dia datang mengunjungiku.

"Halooo Rin.......apa khabar nih???" aku tersenyum senang sambil membalas salam Tina.
"Tumben, kok bisa nyasar kesini Tin?"
"Kangen aku tidak ketemu kamu 2 minggu"
"Ahhhh....bisa aja....ayo masuk, maaf ya rumah aku berantakan dan kecil" aku mempersilahkan Tina masuk keruang tamu.
"Ah rumah kamu bagus kok, dilingkungan elite lagi" Komentar Tina sambil duduk disofa.
"Seperti yg tadi kukatakan di telepon, aku ingin menitipkan perhiasan ini untuk kamu jualin, soalnya lusa aku akan keluar kota dengan suamiku" Kulihat Tina mengeluarkan kantong beludru hitam dari dalam tasnya.
"Lebih baik dikamar saja Tin, soalnya si Surti ada di dapur" Ajak aku. aku selalu berhati2 dalam berbisnis di bidang ini. Tina mengikuti masuk kekamar aku. Lalu kami duduk diatas ranjang dan Tina mengeluarkan semua isi kantung beludru itu. Perhiasan bertahtakan berlian terpampang diatas ranjang, berkilauan. aku kuatir juga melihat perhiasan banyak begitu, aku mengambil salah satu kalung yang paling indah.

"Waah indah sekali kalung ini" Kataku, lalu aku mencoba memasangnya dileherku.
"Sini aku bantu" Tina beranjak kebelakangku, lalu tangannya berusaha mengaitkan kunci kalung itu.
"Leher kamu bagus sekali Rin" Ujar Tina, kurasakan leherku dibelainya, bulu romaku jadi berdiri, perasaanku jadi nggak enak. Lalu tangan Tina membelai pipiku, sementara tangannya yang lain menelusuri leherku terus merayap menuju dadaku.

"Tin....jangan gitu ah.....aku jadi geli nih" Tapi Tina tidak menjawab. Tiba2 aku merasakan pipi kiriku panas, aku menoleh, belum sempat aku sadar apa yang membuat panas pipiku, bibir Tina sudah menyambar bibirku. Aku gelagapan dan aku berontak berusaha menghindar, tapi Tina seperti kesetanan, ia terus menekan mulutnya ke mulutku. Dan kurasakan buah dadaku diremas olehnya. Aku benar2 terkejut sekali dengan perlakuan seperti itu, aku mencoba mendorongnya, tapi tubuhnya sudah menindih tubuhku. Aku menendang dan Tina melepaskan pelukannya. Aku berusaha membetulkan letak buah dadaku yang tadi sampai keluar dari BH. Tina memandangku dengan mata yang redup.

"Sori Rin.....sejak kenal denganmu aku merasa kamu sangat merangsang sekali" Aku terdiam sambil menahan amarah.
"Kok kamu gitu sih? Kan kamu sudah punya suami??? Teganya kamu...." Sergahku sambil memelototinya. Tina memandangku dengan pandangan yang makin redup.
"Aku lebih bernafsu dengan wanita sepertimu, lagi pula suamiku tidak pernah bisa memuaskanku, belum apa2 sudah loyo sehingga selama perkawinan aku belum pernah merasakan kepuasan"
"Tapi dengan modal kecantikanmu kan kamu bisa cari laki2 lain utk memuaskanmu!"
"Aku tidak merasakan kenikmatan seperti kalau dengan wanita, aku ingin kamu juga mencoba merasakannya Rin" Jawab Tina sambil mendekatiku. Aku beringsut mundur kekepala ranjang.
"Tapi aku tidak pernah lesbian begitu" Hatiku berdebar2 memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi bila Tina menyergapku seperti tadi.
"Jangan takut Rin, aku tidak akan memaksamu, cuma aku ingin kamu mengijinkanku menciummu sekali saja, tolonglah....." Hatiku makin tak keruan, sudah lama sekali aku tidak pernah dijamah oleh laki2 apalagi perempuan. Mendengar kata cium saja, aku sudah merasa tidak keruan. Lagi pula apa salahnya dicium Tina, apalagi mulutnya tidak bau. Aku tahu hati kecilku bersikap pasrah.
"Baiklah.....tapi sekali saja, dan jangan macam2 ya" Jawabku. Tina lalu mendekatiku lalu tangannya merangkul leherku, lalu bibirnya mencium mulutku dengan lembut, perasaanku tak keruan merasakan ciuman itu, aku memberanikan diri membalas ciumanya. Lalu kurasakan lidah Tina menjalar masuk kedalam mulutku mencari2 lidahku. Yang kurasakan kemudian adalah perasaan aneh dan gamang yang tidak dapat dilukiskan. Kurasakan hembusan napas Tina yang panas dipipiku dan lumatan mulutnya yang begitu merangsang birahi.

Hampir 3 menit kami berciuman dan aku tahu kemaluanku sudah basah karena nafsu. Sekarang aku benar2 pasrah waktu Tina menjilati leherku dengan lembut, tangannya melepaskan tali daster dipundakku, lalu dengan lembut buah dadaku yang masih tertuutp bh diremas2.
"Tiin.....jangan ah....malu Tin" Aku berusaha mencegah setengah hati. Dan Tina tahu aku tidak benar2 ingin menghentikan aktivitasnya.Aku merasakan tangan kirinya masuk kedalam celana dalamku, dan jari2nya memainkan klitorisku, kadang2 dicubit2 kecil, benar2 sensasi yang hebat sekali. Tanpa kusadari aku juga sedang meremas2 pantat Tina. Tubuhnya menindih tubuhku dan kurasakan buah dadanya yang berukuran sedang menekan buah dadaku yang memang dari dulu tergolong besar. Tiba2 aku baru sadar Tina sudah setengah telanjang, cuma memakai cd saja, sedangkan aku benar2 bugil total. Tubuh Tina berbau harum, entah parfum apa yang dipakainya, tapi wangi tubuhnya menambah getaran berahiku. Tanganku menjalar melepaskan celana dalamnya, lalu kulihat sekilas kemaluannya berkilat tanpa sehelai bulu, rupanya bulunya dicukur rutin. Jari2ku masuk kedalam lubang kemaluannya lalu kutusuk2 dengan lembut. Tina merintih keenakan, tangannya makin dalam beroperasi dilubang kemaluanku. Aku juga merintih keenakan. Aku tidak tahu ternyata wanita dengan wanita dapat saling memuaskan dalam urusan sex.

Sekarang Tina sedang menghisap puting buah dadaku, sementara tangannya yang lain terus bermain di klitorisku. Aku merasakan Tina mulai menciumi perutku, lalu memainkan lidahnya di pusarku, aku kegelian, tak lama kemudian lidahnya sudah menjilati kemaluanku.
"Tin jangan disitu ah......kan jorok" Bisikku sambil berusaha mendorong kepalanya. Tapi Tina malah makin merenggangkan pahaku dan klitorisku dhisap2 olehnya, kadang2 lidahnya masuk keluar dalam lubang kemaluanku. Aku sudah tak dapat berpikir sehat lagi, yang kurasakan cuma kenikmatan yang tiada taranya. Tahu2 didepan wajahku sudah ada kemaluan Tina, kedua lututnya ada dikiri kanan kepalaku. Tina tidak menurunkan pinggulnya, jadi aku dapat dengan jelas melihat kemaluanya yang botak. Bibir kemaluannya berwarna merah kehitaman dan kulihat klitorisnya cukup besar menonjol bertengger diatas bibir kemaluannya. Aku menyibak bibir kemaluan Tina, dan kulihat kemaluannya basah sekali oleh lendir yang bening, aku lalu menusuk2 kemaluan itu dengan telunjuk, jari tengah dan jari manisku, kadang2 dengan kelingking juga. Lubang kemaluan Tina sudah agak kendur, mungkin punyaku juga sama. Aku ragu2 mejilat kemaluannya, soalnya aku belum pernah menjilat kemaluan sesama wanita. Tina terus mengeluar masukkan lidahnya dilubang kemaluanku, aku sudah tak tahan lagi.

"Tin....aku hendak keluarrrr....." Tubuhku bergetar hebat, kurasakan lidah Tina masuk makin dalam kedalam kemaluanku, dan aku merasakan orgasme yang hebat sekali. Sepertinya ini yang paling enak semenjak aku menikah. Tina masih terus menjilati lendirku, aku juga tak perduli lagi, kuraih pinggul Tina lalu ketarik sampai wajahku terbenam disela2 pahanya. Tercium bau yang sama dengan bau kemaluanku. Kujilat2 klitorisnya lalu kumasukkan juga lidahku kedalam lubang kemaluannya, kurasakan lendir asin masuk kedalam mulutku. Aku tidak perduli lagi. Lalu kurasakan ada yang geli di lubang pantatku.

"Aduh Tin jangan disitu dong.....jorok kan?" Kurasakan lubang pantatku berkerut ketika lidah Tina berusaha menerobos masuk. Kemudian aku tak perduli juga, karena aku merasakan kenikmatan yang sama, aku juga melakukan hal yang sama dengan Tina. Kutusuk2 lubang pantatnya dengan lidahku, lubang yang kehitam2an itu jadi becek oleh air liurku dan lendir kemaluannya. Tiba2 Tina seperti tersentak lalu beku.......mulutnya mengeluarkan jeritan kecil, lalu kurasakan ia menekan lubang memeknya makin dalam kewajahku dan menggoyang2kan pinggulnya sehingga hampir seluruh wajahku tersapu oleh kemaluannya.

"Aduuuuh riiin.....enak sekaliii...." Ia memeluk erat2 pinggulku, klitorisku digigit2 kecil olehnya. Tak lama kemudian tubuhnya melemas lalu betul2 lemas sehingga aku tidak bisa bernapas karena tekanan kemaluannya diwajahku. Keringatnya bergulir turun masuk kedalam mulutku. Aku juga benar2 puas sekali.

Kemudian Tina bangun lalu mencium mulutku, kami kembali bergelut sambil mendesah2. Tina menempelkan kemaluannya pada kemaluanku, lalu menggosok2nya. Kira2 15 menit kami berciuman sambil berpelukan erat sampai aku tak merasa kalau aku tertidur.

Entah berapa lama aku tertidur, samar2 aku seperti mendengar suara Remi. Aku membuka mataku dan......astaga!!! Kulihat Tina sedang bergelut dengan Remi dilantai kamarku yang beralaskan karpet biru. Kulihat Tina sedang menjilat2 kemaluan Remi yang sudah keluar dan berwarna merah sekali. Mulut Tina berlumuran cairan yang keluar terus dari kemaluan anjing itu, dan anjing itu bersuara kecil sepertinya keenakan kemaluannya dihisap oleh Tina. Kemaluan Remi cukup besar, mungkin karena anjing herder dan cairan seperti lendir itu terus keluar menetes netes, dan Tina mencerucup cairan itu......

"Tin!! Gila kamu......kok sama Remi sih???" Aku memberondong Tina. Tapi lagi2 Tina tidak menjawab, yang kulihat kemudian ia berusaha menuntun kemaluan Remi memasuki kemaluannya. Dan Kudengar rintihan Tina ketika kemaluan yang cukup besar itu masuk kedalam lubang kemaluannya. Kulihat Remi menggerakkan bokongnya dengan amat cepat, lalu tidak berapa lama kemudian terdengar Remi mendeking halus lalu dari sela2 kemaluan Tina kulihat cairan merembes keluar banyak sekali, seperti air kencing tapi juga seperti lendir yang encer. Kulihat Tina mengerang2 lalu tangannya meraih kemaluan Remi dan dimasuk keluarkan sendiri olehnya. Melihat pemadangan itu tubuhku kembali bergidik, ada perasaan aneh merayap kedalam jiwaku. Aku tahu bahwa aku terangsang oleh aksi Tina. Tanpa sadar aku juga turun kelantai dan kepalaku mengarah menuju selangkangan Tina. Kulihat dari dekat kemaluan Remi masih digerak2an Tina keluar masuk dalam kemaluannya, dan dari kemaluan hewan itu masih terus menetes lendir, sedangkan kemaluan Tina kulihat sudah merah sekali, juga kulihat lendir Remi memenuhi kemaluan Tina.

"Rin....dijilat Rin....tolonglah Rin" Rintihan Tina makin merangsang nafsuku. Seperti ada yang mendorong, kepalaku segera menyusup keselangkangan Tina. Pelan2 kujilat kemaluan Tina yang sangat banjir itu. Aku merasa cairan kemaluan Remi terasa asin sekali, tapi baunya tidak menyengat. Seperti kesetanan aku menghirup dan mencelucupi kemaluan Tina. Persis seperti Remi jika sedang minum air. Lidahku menguak bibir kemaluan Tina, lalu masuk menjelajahi seluruh dinding vaginanya.

"Riiiiiiinnnnnn.........." Tina merengek hebat,pinggulnya terangkat menekan mulutku. Aku tak perduli lagi. Kemudian aku berpindah menghisap kemaluan Remi, kumasukkan seluruh kemaluannya kedalam mulutku. Penis Remi terasa panas dalam mulutku dan aku mencium bau hewan itu, tapi pikiranku sudah gelap yang ada hanya nafsu yang selama ini terkubur dalam2 dan kini meledak tak terbendung.Aku tahu aku bakalan menyesali perbuatanku setelah ini.

Aku terus menjilat dan mengulum penis Remi. Anjing itu mendeking2 pelan, kadang2 berusaha menghindar, tapi Tina memegang kedua kakinya dengan erat. Tak lama kemudian dari penis Remi menyembur cairan panas kedalam mulutku. Kumasukkan seluruh penis Remi lalu kusedot2, anjing itu mencoba memberontak, entah kenikmatan atau kegelian. Tina memajukan wajahnya lalu kami saling berciuman, kukeluarkan sebagian cairan Remi kedalam mulutnya. Wajah kami sudah basah oleh cairan encer itu.

Sekarang aku berbaring dibawah Remi, kemudian Tina mulai menghisap kemaluan Remi agar nafsu Remi kembali. Setelah itu Tina mencoba memasukkan penis Remi kedalam vaginaku. Ternyata penis itu kebesaran untuk lubang vaginaku. Mungkin lubang vaginaku menciut sepeninggal suamiku yang meninggal 4 tahun yang lalu. Kepala penis Remi yang meruncing itu masuk sedikit, tiba2 Remi mendorong keras sambil menusuk2 cepat sekali. Aku merasa agak perih, tapi kemudian kurasakan kenikmatan yang tak terbayangkan, lubang vaginaku seperti ditusuk oleh mesin penggerak yang amat cepat. Aku tak tahu bagaimana melukiskannya sampai aku mencapai orgasme yang sangat hebat. Seluruh rambut ditubuhku seperti berdiri tegak membuatku merinding. Tak lama kemudian aku merasakan cairan panas menyemprot dalam vaginaku, aku berusaha mengeluarkan penis Remi, tapi hewan itu seperti tak perduli, aku pasrah membiarkan seluruh cairannya keluar dalam vaginaku. Kemudian Tina menyuruhku jongkok diatas wajahnya. Tina melumat vaginaku dengan penuh nafsu, kulihat dari vaginaku mengalir cairan Remi yang tersisa, mengalir seperti air kencing masuk dalam mulut Tina. Akupun tidak mau ketinggalan, kulumat juga vagina Tina yang sekarang sudah agak lembab dan lengket.

Hari itu aku dan Tina bersetubuh 3 kali, pagi, siang dan malam hari. Aku tak mengerti lagi apakah aku ini normal atau tidak. Yang pasti kebutuhan yang selama ini tak tersalurkan, kini menemukan muaranya. Aku sangat menyesal dengan perbuatanku yang mungkin bertentangan dengan agama yang kuanut, tapi aku terus menerus melakukannya dengan Tina. Seolah2 kami sudah tak terpisahkan. Tina selalu mempunyai ide2 yang baru dalam setiap permainan kami. Aku juga tak tahu apakah aku harus berterima kasih padanya atau mengutuknya. Dan belakangan aku Tina mengatakan bahwa hampir semua ibu2 yang kukenal pernah diajak berlesbi olehnya.

share:


Cerita Sex Nikmatnya Ngentot Ibu Maya

Cerita Sex Nikmatnya Ngentot Ibu Maya


Setelah tamat dari SMU, aku mencoba merantau ke Jakarta. Aku berasal dari keluarga yang tergolong miskin. Di kampung orang tuaku bekerja sebagai buruh tani. Aku anak pertama dan memiliki dua orang adik perempuan, yang nota bene masih bersekolah.

Aku ke Jakarta hanya berbekal ijazah SMU. Dalam perjalanan ke Jakarta, aku selalu terbayang akan suatu kegagalan. Apa jadinya aku yang anak desa ini hanya berbekal Ijazah SMU mau mengadu nasib di kota buas seperti Jakarta. Selain berbekal Ijazah yang nyaris tiada artinya itu, aku memiliki keterampilan hanya sebagai supir angkot. Aku bisa menyetir mobil, karena aku di kampung, setelah pulang sekolah selalu diajak paman untuk narik angkot. Aku menjadi keneknya, paman supirnya. Tiga tahun pengalaman menjadi awak angkot, cukup membekal aku dengan keterampilan setir mobil. Paman yang melatih aku menjadi supir yang handal, baik dan benar dalam menjalankan kendaraan di jalan raya. Aku selalu memegang teguh pesan paman, bahwa : mengendarai mobil di jalan harus dengan sopan santun dan berusaha sabar dan mengalah. Pesan ini tetap kupegang teguh.

Di Jakarta aku numpang di rumah sepupu, yang kebetulan juga bekerja sebagai buruh pabrik di kawasan Pulo Gadung. Kami menempati rumah petak sangat kecil dan sangat amat sederhana. Lebih sederhana dari rumah type RSS ( Rumah Susah Selonjor). Selain niatku untuk bekerja, aku juga berniat untuk melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi. Dua bulan lamanya aku menganggur di Jakrta. Lamar sana sini, jawabnya selalu klise, " tidak ada lowongan ".

Pada suatu malam, yakni malam minggu, ketika aku sedang melamun, terdengar orang mengucap salam dari luar. Ku bukakan pintu, ternya pak RT yang datang. Pak RT minta agar aku sudi menjadi supir pribadi dari sebuah keluarga kaya. Keluarga itu adalah pemilik perusahaan dimana pak RT bekerja sebagai salah seorang staff di cabang perusahaan itu. Sepontan aku menyetujuinya. Esoknya kami berangkat kekawasan elite di Jakarta. Ketika memasuki halaman rumah yang besar seperti istana itu, hatiku berdebar tak karuan. Setelah kami dipersilahkan duduk oleh seorang pembantu muda di ruang tamu yang megah itu, tak lama kemudian muncul seorang wanita yang tampaknya muda. Kami memberi hormat pada wanita itu. Wanita itu tersenyum ramah sekali dan mempersilahkan kami duduk, karena ketika dia datang, sepontan aku dan pak RT berdiri memberi salam " selamat pagi". Pak RT dipersilahkan kembali ke kantor oleh wanita itu, dan diruangan yang megah itu hanya ada aku dan dia si wanita itu.

" Benar kamu mau jadi supir pribadiku ? " tanyanya ramah seraya melontarkan senyum manisnya. " Iya Nyonya, saya siap menjadi supir nyonya " Jawabku. " jangan panggil Nyonya, panggil saja saya ini Ibu, Ibu Maya " Sergahnya halus. Aku mengangguk setuju. " Kamu masih kuliah ?" " Tidak nyonya eh...Bu ?!" jawabku. " Saya baru tamat SMU, tapi saya berpengalaman menjadi supir sudah tiga ahun" sambungku.

Wanita itu menatapku dalam-dalam. Ditatapnya pula mataku hingga aku jadi slah tingkah. Diperhatikannya aku dari atas samapi kebawah. " kamu masih muda sekali, ganteng, nampaknya sopan, kenapa mau jadi supir ?" tanyanya. " Saya butuh uang untuk kuliah Bu " jawabku. " Baik, saya setuju, kamu jadi supir saya, tapi haru ready setiap saat. gimana, okey ? " " Saya siap Bu." Jawabku. " Kamu setiap pagi harus sudah ready di rumah ini pukul enam, lalu antar saya ke tempat saya Fitness, setelah itu antar saya ke salon, belanja, atau kemana saya suka. Kemudian setelah sore, kamu boleh pulang, gimana siap ? " " Saya siap Bu" Jawabku. " Oh..ya, siapa namamu ? " Tanyanya sambil mengulurkan tangannya. Sepontan aku menyambut dan memegang telapak tangannya, kami bersalaman. " Saya Leman Bu, panggil saja saya Leman " Jawabku. " Nama yang bagus ya ? tau artinya Leman ? " Tanyanya seperti bercanda. " Tidak Bu " Jawabku. " Leman itu artinya Lelaki Idaman " jawabnya sambil tersenyum dan menatap mataku. Aku tersenyum sambil tersipu. lama dia menatapku. Tak terpikir olehku jika aku bakal mendapat majikan seramah dan se santai Ibu Maya. Aku mencoba juga untuk bergurau, kuberanita diri untuk bertanya pada beliau. " Maaf, Bu. jika nama Ibu itu Maya, apa artinya Bu ? " " O..ooo, itu, Maya artinya bayangan, bisa juga berarti khayalan, bisa juga sesuatu yang tak tampak, tapi ternyata ada.Seperti halnya cita-citamu yang kamu anggap mustahil ternyata suatu saat bisa kamu raih, nah,,,khayalan kamu itu berupa sesuiatu yang bersifat maya, ngerti khan ? " Jawabnya serius. Aku hanya meng-angguk-angguk saja sok tahu, sok mengerti, sok seperti orang pintar.

Jika kuperhatikan, body Ibu Maya seksi sekali, tubuhnya tidak trlampau tinggi, tapi padat berisi, langsing, pinggulnya seperti gitar sepanyol. Ynag lebih, gila, pantatnya bahenol dan buah dadanya wah...wah...wah...puyeng aku melihatnya.

Dirumah yang sebesar itu, hanya tinggal Ibu Maya, Suaminya, dan dua putrinya, yakni Mira sebagai anak kedua, dan Yanti si bungsu yang masih duduk di kelas III SMP, putriny yang pertama sekolah mode di Perancis. Pembantunya hanya satu, yakni Bi Irah, tapi seksinya juga luar biasa, janda pula !

Ibu Maya memberi gaji bulanan sangat besar sekali, dan jika difikir-fikir, mustahil sekali. Setelah satu tahu aku bekerja, sudah dua kali dia menaikkan agjiku, Katanya dia puas atas disiplin kerjaku. Gaji pertama saja, lebih dari cukup untuk membayar uang kuliahku. Aku mengambil kuliah di petang hari hingga malam hari disebuah Universitas Swasta. Untuk satu bulan gaji saja, aku bisa untuk membayar biaya kuliah empat semster, edan tenan....sekaligus enak...tenan....!!! dasar rezeki, tak akan kemana larinya.


Masuk tahun kedua aku bekerja, keakraban dengan Ibu Maya semakin terasa. Setelah pulang Fitness, dia minta jalan-jalan dulu. Yang konyol, dia selalu duduk di depan, disebelahku, hingga terkadang aku jadi kagok menyetir, eh...lama lama biasa.

Disuatu hari sepulang dari tempat Fitnes, Ibu Maya minta diatar keluar kota. Seperti biasa dia pindah duduk ke depan. Dia tak risih duduk disebelah supir pribadinya. Ketika tengah berjalan kendaraan kami di jalan tol jagorawi, tiba-tiba Ibu maya menyusuh nemepi sebentar. Aku menepi, dan mesin mobil BMW itu kumatikan. Jantungku berdebar, jangan-jangan ada kesalahan yang aku perbuat.

" Man,?, kamu sudah punya pacar ? " Tanyanya. " Belum Bu " Jawabku singkat. " Sama sekali belum pernah pacaran ?" " Belum BU, eh...kalau pacar cinta monyet sih pernah Bu, dulu di kampung sewaktu SMP" " Berapa kali kamu pacaran Man ? sering atau cuma iseng ?" tanyanya lagi. Aku terdiam sejenak, kubuang jauh-jauh pandanganku kedepan. Tanganku masih memegang setir mobil. Kutarik nafas dalam-dalam. " Saya belum pernah pacaran serius Bu, cuma sebatas cintanya anak yang sedang pancaroba" Jawabku menyusul. " Bagus...bagus...kalau begitu, kamu anak yang baik dan jujur " ujarnya puas sambil menepuk nepuk bahuku. Aku sempat bingung, kenapa Bu Maya pertanyaannya rada aneh ? terlalu pribadi lagi ? apakah aku mau dijodohkan dengan salah seorang putrinya ? ach....enggak mungkin rasanya, mustahil, mana mungkin dia mau punya menantu anak kampung seprti aku ini ?!

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan kepuncak, bahkan sampai jalan-jalan sekedar putar-putar saja di kota Sukabumi. Aku heran bin heran, Bu Maya kok jalan-jalan hanya putar-putar kota saja di Sukabumi, dan yang lebih heran lagi, Bu Maya hanya memakai pakaian Fitness berupa celana training dan kaos olah raga. Setelah sempat makan di rumah makan kecil di puncak, hari sudah mulai gelap dan kami kembali meneruskan perjalanan ke Jakarta. Ditengah perjalanan di jalan yang gelap gulita, Bu Maya minta untu berbelok ke suatu tempat. Aku menurut saja apa perintahnya. Aku tak kenal daerah itu, yang kutahu hanya berupa perkebunan luas dan sepi serta gelap gulita. Ditengah kebun itu bu Maya minta kaku berhenti dan mematikan mesin mobil. Aku masih tak mengerti akan tingkah Bu Maya. Tiba-tiba saja tangan Bu Maya menarik lengaku. " Coba rebahkan kepalamu di pangkuanku Man ?" Pintanya, aku menurut saja, karena masih belum mengerti. Astaga....setelah aku merebahkan kepalaku di pangkuan Bu Maya dengan keadaan kepala menghadap keatas, kaki menjulur keluar pintu, Bu Maya menarik kaosnya ketas. Wow...samar-samar kulihat buah dadanya yang besar dan montok. Buah dada itu didekatkan ke wajahku. Lalu dia berkata " Cium Man Cium...isaplah, mainkan sayang ...?" Pintanya. Baru aku mengerti, Bu Maya mengajak aku ketempat ini sekedar melampiaskan nafsunya. Sebagai laki-laki normal, karuan saja aku bereaksi, kejantananku hidup dan bergairah. Siapa nolak diajak kencan dengan wanita cantik dna seksi seperti Bu Maya.


Kupegangi tetek Bu Maya yang montok itu, kujilati putingnya dan kuisap-isap. Tampak nafas Bu Maya ter engah-engah tak karuan, menandakan nafsu biarahinya sedang naik. Aku masih mengisap dan menjilati teteknya. Lalu bu Maya minta agar aku bangun sebentar. Dia melorotkan celana trainingnya hingga kebawah kaki. Bagian bawah tubuh Bu Maya tampak bugil. Samar-samar oleh sinar bulan di kegelapan itu. " Jilat Man jilatlah, aku nafsu sekali, jilat sayang " Pinta Bu Maya agar aku menjilati memeknya. Oh....memek itu besar sekali, menjendol seperti kura-kura. tampaknya dia sedang birahi sekali, seperti puting teteknya yang ereksi. Aku menurut saja, seperti sudah terhipnotis. Memek Bu Maya wangi sekali, mungkin sewaktu di restauran tadi dia membersihkan kelaminnya dan memberi wewangian. Sebab dia sempat ke toilet untuk waktu yang lumayang lama. Mungkin disana dia membersihkan diri. Dia tadi ke tolilet membawa serta tas pribadinya. Dan disana pula dia mengadakan persiapan untuk menggempur aku. Kujilati liang kemaluan itu, tapi Bu Maya tak puas. Disuruhnya aku keluar mobil dan disusul olehnya. Bu Maya membuka bagasi mobil dan mengambil kain semacam karpet kecil lalu dibentangkan diatas rerumputan. Dia merebahkan tubuhnya diatas kain itu dan merentangnya kakinya. " Ayo Man, lakukan, hanya ada kita berdua disini, jangan sia-siakan kesempatan ini Man, aku sayang kamu Man " katanya setengah berbisik, Aku tak menjawab, aku hanya melakukan perintahnya, dan sedikit bicara banyak kerja. Ku buka semua pakaianku, lalu ku tindih tubuh Bu Maya. Dipeluknya aku, dirogohnya alat kelaminku dan dimasukkan kedalam memeknya. Kami bersetubuh ditengah kebun gelap itu dalam suasana malam yang remang-remang oleh sinar gemintang di langit. Aku menggenjot memek Bu Maya sekuat mungkin. " jangan keluar dulua ya ? saya belum puas " Pintanya mesra. Aku diam saja, aku masih melakukan adegan mengocok dengan gerakan penis keluar masuk lubang memek Bu Maya. Nikmat sekali memek ini, pikirku. Bu Maya pindah posisi , dia diatas, dan bukan main permainannya, goyangnyanya.

" Remas tetekku Man, remaslah....yang kencang ya ?" Pintanya. Aku meremasnya. " Cium bibirku Man..cium ? Aku mencium bibir indah itu dan kuisap lidahnya dalam-dalam, nikmat sekali, sesekali dia mengerang kenikmatan. " Sekarang isap tetekku, teruskan...terus.....Oh....Ohhhh.....Man...Leman...Ohhh...aku keluar Man....aku kalah" Dia mencubiti pinggulku, sesekali tawanya genit. " kamu curang....aku kalah" ujarnya. " Sekarang gilirang kamu Man....keluarkan sebanyak mungkin ya? " pintanya. " Saya sudah keluar dari tadi Bu, tapi saya tetap bertahan, takut Ibu marah nanti " Jawabku. " Oh Ya?...gila..kuat amat kamu ?!" balas Bu Maya sambul mencubit pipiku.


" Kenapa Ibu suka main di tempat begini gelap ?" " Aku suka alam terbuka, di alam terbuka aku bergairah sekali. Kita akan lebih sering mencari tempat seperti alam terbuka. Minggu depan kita naik kapal pesiarku, kita main diatas kapal pesiar di tengah ombak bergulung. Atau kita main di pinggir sungai yang sepi, ah... terserah kemana kamu mau ya Man ?"


Selesai main, setelah kami membersihkan alat vital hanya dengan kertas tisue dan air yang kami ambil dari jiregen di bagasi mobil, kami istirahat. Bu Maya yang sekarang tidur di pangkuanku. Kami ngobrol panjang lebar, ngalor ngidul. Setelah sekian lama istirahat, kontolku berdiri lagi, dan dirasakan oleh kepala Bu maya yang menyentuh batang kejantananku. Tak banyak komentar celanaku dibukanya, dan aku dalam sekejap sudah bugil. Disuruhnya aku tidur dengan kaki merentang, lalu Bu Maya membuka celana trainingnya yang tanpa celana dalam itu. Bu Maya mengocok-ngocok penisku, diurutnya seperti gerakan tukang pjit mengurut tubuh pasiennya. Gerakan tangan Bu Maya mengurut naik-turun. Karuan saja penisku semakin membesar dan membesar. Diisapnya penisku yang sudah ereksi besar sekali, dimainkannya lidah Bu Maya di ujung penisku. Setelah itu, Bu Maya menempelkan buah dadanya yang besar itu di penisku. Dijepitkannya penisku kedalam tetek besar itu, lalu di goyang-goyang seperti gerakan mengocok. " Giaman Man ? enah anggak ? " " Enak Bu, awas lho nanti muncrat Bu" jawabku.. " Enggak apa, ayo keluarkan, nanti kujilati pejuhmu, aku mau kok ?!" . Bu Maya masih giat bekerja giat, dia berusaha untuk memuaskan aku. Tak lama kemudian, Bu Maya naik keposisi atas dan seperti menduduki penisku, tapi lobang memeknya dimasuki penisku. Digoyang terus...hingga aku merasakan nikat yang luar biasa. Tiba -tiba Bu Maya terdiam, berhenti bekerja, lalu berjata :" Rasakan ya Man ? pasti kamu bakal ketagihan " Aku membisu saja. dan ternya Ohh....memek Bu Maya bisa melakukan gerakan empot-empot, menyedot-nyedot dan meng-urut-urut batang kontolku dari bagian kepala hingga ke bagian batang bawah, Oh....nikmat sekali, ini yang namanya empot ayam, luar biasa kepiawaian Bu Maya dalam bidang oleh seksual. " Enak syang ?" tanyanya. Belum sempat aku menjawab, yah....aku keluar, air maniku berhamburan tumpah ditenga liang kemaluan Bu Maya.


" Itu yang namanya empot-empot Man, itulah gunanya senam sex, berarti aku sukses l;atihan senam sex selama ini " Katanya bangga. " Sekarang kamu puasin aku ya ? " Kata Bu Maya seraya mengambil posisi nungging. Ku tancapkan lagi kontolku yang masih ereksi kedalam memek bu Maya, Ku genjot terus. " Yang dalam man...yang dalam ya..teruskan sayang...? oh....enak sekali penismu.....oh....terus sayang ?!" Pinta Bu Maya. Aku masih memuaskan Bu Maya, aku tak mau kalah, kujilati pula lubang memeknya, duburnya dan seluruh tubuhnya. Ternyata Bu Maya orgasme setelah aku menjlati seluruh tubuhnya. " kamu pintar sekali Man ? belajar dimana ? " " Tidak bu, refleks saja" Jawabku.


Sebelum kami meninggalkan tempat itu, Bu Maya masih sempat minta satu adegan lagi. Tapi kali ini hanya sedikit melorotkan celana trainingnya saja. demikian pula aku, hanya membuka bagian penis saja. Bu Maya minta aku melakukanya di dalam mobil, tapi ruangannya sempit sekali. Dengan susah payang kami melakukannya dan akhirnya toh juga mengambil posisinya berdiri dengan tubuh Bu Maya disandarkan di mobil sambil meng-angkat sedikit kaki kanannya.


Sejak saat malam pertama kami itu, aku dan Bu Maya sering bepergian keluar kota, ke pulau seribu, ke pinggir pantai, ke semak-semak di sebuah desa terpencil, yah pokoknya dia cari tempat-tempat yang aneh-aneh. Tak kusadari kalau aku sebenarnya menjadi gigolonya Bu Maya. Dan beliaupun semakin sayang padaku, uang mengalir terus ke kocekku, tanpa pernah aku meminta bayaran. Dia menyanggupi untuk membiayai kuliah hingga tamat, asal aku tetap selalu besama Bu Maya yang cantik itu.
share:


Cerita Sex Bercinta Dengan Mbak Yuni

Cerita Sex
Mbak Yuni adalah anak tetangga nenekku di desa daerah Cilacap yang ikut dengan keluargaku di Kota Semarang sejak SMP. Waktu SD ia sekolah di desa, setelah itu ia diajak keluargaku di kota untuk melanjutkan sekolah sekaligus membantu keluargaku terutama merawat aku. Kami sangat akrab bahkan di juga sering ngeloni aku. Mbak Yuni ikut dengan keluargaku sampai dia lulus SMA atau aku kelas 2 SD dan dia kembali ke desa. Namanya juga anak kecil, jadi aku belum ada perasaan apa-apa terhadapnya.

Setelah itu kami jarang bertemu, paling-paling hanya setahun satu atau dua kali. Tiga tahun kemudian ia menikah dan waktu aku kelas dua SMP aku harus pindah luar Jawa ke Kota Makassar mengikuti ayah yang dipindah tugas. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi. Kami hanya berhubungan lewat surat dan kabarnya ia sekarang telah memiliki seorang anak. pada waktu aku lulus SMA aku pulang ke rumah nenek dan berniat mencari tempat kuliah di Kota Yogya.

Sesampai di rumah nenek aku tahu bahwa Mbak Yuni sudah punya rumah sendiri dan tinggal bersama suaminya di desa seberang. Setelah dua hari di rumah nenek aku berniat mengunjungi rumah Mbak Yuni. Setelah diberi tahu arah rumahnya (sekitar 1 km) aku pergi kira-kira jam tiga sore dan berniat menginap. Dari sinilah cerita ini berawal.

Setelah berjalan kurang lebih 20 menit, akhirnya aku sampai di rumah yang ciri-cirinya sama dengan yang dikatakan nenek. Sejenak kuamati kelihatannya sepi, lalu aku coba mengetok pintu rumahnya.
"Ya sebentar.." terdengar sahutan wanita dari dalam.
Tak lama kemudian keluar seorang wanita dan aku masih kenal wajah itu walau lama tidak bertemu. Mbak Yuni terlihat manis dan kulitnya masih putih seperti dulu. Dia sepertinya tidak mengenaliku.
"Cari siapa ya? tanya Mbak Yuni".
"Anda Mbak Yuni kan?" aku balik bertanya.
"Iya benar, anda siapa ya dan ada keperluan apa?" Mbak Yuni kembali bertanya dengan raut muka yang berusaha mengingat-ingat.
"Masih inget sama aku nggak Mbak? Aku Aris Mbak, masak lupa sama aku", kataku.
"Kamu Aris anaknya Pak Tono?" kata Mbak Yuni setengah nggak percaya.
"Ya ampun Ris, aku nggak ngenalin kamu lagi. Berapa tahun coba kita nggak bertemu." Kata Mbak Yuni sambil memeluk tubuhku dan menciumi wajahku.
Aku kaget setengah mati, baru kali ini aku diciumi seorang wanita. Aku rasakan buah dadanya menekan dadaku. Ada perasaan lain muncul waktu itu.
"Kamu kapan datangnya, dengan siapa" kata Mbak Yuni sambil melepas pelukannya.
"Saya datang dua hari lalu, saya hanya sendiri." kataku.
"Eh iya ayo masuk, sampai lupa, ayo duduk." Katanya sambil menggeret tanganku.
Kami kemudian duduk di ruang tamu sambil mengobrol sana-sini, maklum lama nggak tetemu. Mbak Yuni duduk berhimpitan denganku. Tentu saja buah dadanya menempel di lenganku. Aku sedikit terangsang karena hal ini, tapi aku coba menghilangkan pikiran ini karena Mbak Yuni sudah aku anggap sebagai keluarga sendiri.
"Eh iya sampai lupa buatin kamu minum, kamu pasti haus, sebentar ya.." kata Mbak Yuni ditengah pembicaraan.
Tak lama kemudian ia datang, "Ayo ini diminum", kata Mbak Yuni.
"Kok sepi, pada kemana Mbak?" Tanyaku.
"Oh kebetulan Mas Heri (suaminya Mbak Yuni) pergi kerumah orang tuanya, ada keperluan, rencananya besok pulangya dan si Dani (anaknya Mbak Yuni) ikut" jawab Mbak Yuni.
"Belum punya Adik Mbak dan Mbak Yuni kok nggak ikut?" tanyaku lagi.
"Belum Ris padahal udah pengen lho.. tapi memang dapatnya lama mungkin ya, kayak si Dani dulu. Mbak Yuni ngurusi rumah jadi nggak bisa ikut" katanya.
"Eh kamu nginep disini kan? Mbak masih kangen lho sama kamu" katanya lagi.
"Iya Mbak, tadi sudah pamit kok" kataku.
"Kamu mandi dulu sana, ntar keburu dingin" kata Mbak Yuni.
Lalu aku pergi mandi di belakang rumah dan setelah selesai aku lihat-lihat kolam ikan di belakang rumah dan kulihat Mbak Yuni gantian mandi. Kurang lebih lima belas menit, Mbak Yuni selesai mandi dan aku terkejut karena ia hanya mengenakan handuk yang dililitkan di tubuhnya. Aku pastikan ia tidak memakai BH dan mungkin CD juga karena tidak aku lihat tali BH menggantung di pundaknya.
"Sayang Ris ikannya masih kecil, belum bisa buat lauk" kata Mbak Yuni sambil melangkah ke arahku lalu kami ngobrol sebentar tentang kolam ikannya.
Kulihat buah dadanya sedikit menyembul dari balutan handuknya dan ditambah bau harum tubuhnya membuatku terangsang. Tak lama kemudian ia pamit mau ganti baju. Mataku tak lepas memperhatikan tubuh Mbak Yuni dari belakang. Kulitnya benar-benar putih. Sepasang pahanya putih mulus terlihat jelas bikin burungku berdiri. Ingin rasanya aku lepas handuknya lalu meremas, menjilat buah dadanya, dan menusuk-nusuk selangkangannya dengan burungku seperti dalam bokep yang sering aku lihat. Sejenak aku berkhayal lalu kucoba menghilangkan khayalan itu.
Haripun berganti petang, udara dingin pegunungan mulai terasa. Setelah makan malam kami nonton teve sambil ngobrol banyak hal, sampai tak terasa sudah pukul sembilan.
"Ris nanti kamu tidur sama aku ya, Mbak kangen lho ngeloni kamu" kata Mbak Yuni.
"Apa Mbak?" Kataku terkejut.
"Iya.. Kamu nanti tidur sama aku saja. Inget nggak dulu waktu kecil aku sering ngeloni kamu" katanya.
"Iya Mbak aku inget" jawabku.
"Nah ayo tidur, Mbak udah ngantuk nih" kata Mbak Yuni sambil beranjak melangkah ke kamar tidur dan aku mengikutinya dari belakang, pikiranku berangan-angan ngeres. Sampai dikamar tidur aku masih ragu untuk naik ke ranjang.
"Ayo jadi tidur nggak?" tanya Mbak Yuni.
Lalu aku naik dan tiduran disampingnya. Aku deg-degan. Kami masih ngobrol sampai jam 10 malam.
"Tidur ya.. Mbak udah ngantuk banget" kata Mbak Yuni.
"Iya Mbak" kataku walaupun sebenarnya aku belum ngantuk karena pikiranku semakin ngeres saja terbayang-bayang pemandangan menggairahkan sore tadi, apalagi kini Mbak Yuni terbaring di sampingku, kurasakan burungku mengeras.
Aku melirik ke arah Mbak Yuni dan kulihat ia telah tertidur lelap. Dadaku semakin berdebar kencang tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ingin aku onani karena sudah tidak tahan, ingin juga aku memeluk Mbak Yuni dan menikmati tubuhnya, tapi itu tidak mungkin pikirku. Aku berusaha menghilangkan pikiran kotor itu, tapi tetap tak bisa sampai jam 11 malam. Lalu aku putus kan untuk melihat paha Mbak Yuni sambil aku onani karena bingung dan udah tidak tahan lagi.
Dengan dada berdebar-debar aku buka selimut yang menutupi kakinya, kemudian dengan pelan-pelan aku singkapkan roknya hingga celana dalam hitamnya kelihatan, dan terlihatlah sepasang paha putih mulus didepanku beitu dekat dan jelas. Semula aku hanya ingin melihatnya saja sambil berkhayal dan melakukan onani, tetapi aku penasaran ingin merasakan bagaimana meraba paha seorang perempuan tapi aku takut kalau dia terbangun. Kurasakan burungku melonjak-lonjak seakan ingin melihat apa yang membuatnya terbangun. Karena sudah dikuasai nafsu akhirnya aku nekad, kapan lagi kalau tidak sekarang pikirku.
Dengan hati-hati aku mulai meraba paha Mbak Yuni dari atas lutut lalu keatas, terasa halus sekali dan kulakukan beberapa kali. Karena semakin penasaran aku coba meraba celana dalamnya, tetapi tiba-tiba Mbak Yuni terbangun.
"Aris! Apa yang kamu lakukan!" kata Mbak Yuni dengan terkejut.
Ia lalu menutupi pahanya dengan rok dan selimutnya lalu duduk sambil menampar pipiku. Terasa sakit sekali.
"Kamu kok berani berbuat kurang ajar pada Mbak Yuni. Siapa yang ngajari kamu?" kata Mbak Yuni dengan marah.
Aku hanya bisa diam dan menunduk takut. Burungku yang tadinya begitu perkasa aku rasakan langsung mengecil seakan hilang.
"Tak kusangka kamu bisa melakukan hal itu padaku. Awas nanti kulaporkan kamu ke nenek dan bapakmu" kata Mbak Yuni.
"Ja.. jangan Mbak" kataku ketakutan.
"Mbak Yuni kan juga salah" kataku lagi membela diri.
"Apa maksudmu?" tanya Mbak Yuni.
"Mbak Yuni masih menganggap saya anak kecil, padahal saya kan udah besar Mbak, sudah lebih dari 17 tahun. Tapi Mbak Yuni masih memperlakukan aku seperti waktu aku masih kecil, pakai ngeloni aku segala. Trus tadi sore juga, habis mandi Mbak Yuni hanya memakai handuk saja didepanku. Saya kan lelaki normal Mbak" jelasku.
Kulihat Mbak Yuni hanya diam saja, lalu aku berniat keluar dari kamar.
"Mbak.. permisi, biar saya tidur saja di kamar sebelah" kataku sambil turun dari ranjang dan berjalan keluar.
Mbak Yuni hanya diam saja. Sampai di kamar sebelah aku rebahkan tubuhku dan mengutuki diriku yang berbuat bodoh dan membayangkan apa yang akan terjadi besok. Kurang lebih 15 menit kemudian kudengar pintu kamarku diketuk.
"Ris.. kamu masih bangun? Mbak boleh masuk nggak?" Terdengar suara Mbak Yuni dari luar.
"Ya Mbak, silakan" kataku sambil berpikir mau apa dia.
Mbak Yuni masuk kamarku lalu kami duduk di tepi ranjang. Aku lihat wajahnya sudah tidak marah lagi.
"Ris.. Maafkan Mbak ya telah nampar kamu" katanya.
"Seharusnya saya yang minta maaf telah kurang ajar sama Mbak Yuni" kataku.
"Nggak Ris, kamu nggak salah, setelah Mbak pikir, apa yang kamu katakan tadi benar. Karena lama nggak bertemu, Mbak masih saja menganggap kamu seorang anak kecil seperti dulu aku ngasuh kamu. Mbak tidak menyadari bahwa kamu sekarang sudah besar" kata Mbak Yuni.
Aku hanya diam dalam hatiku merasa lega Mbak Yuni tidak marah lagi.
"Ris, kamu bener mau sama Mbak?" tanya Mbak Yuni.
"Maksud Mbak?" kataku terkejut sambil memandangi wajahnya yang terlihat bagitu manis.
"Iya.. Mbak kan udah nggak muda lagi, masa' sih kamu masih tertarik sama aku?" katanya lagi.
Aku hanya diam, takut salah ngomong dan membuatnya marah lagi.
"Maksud Mbak.., kalau kamu bener mau sama Mbak, aku rela kok melakukannya dengan kamu" katanya lagi.
Mendengar hal itu aku tambah terkejut, seakan nggak percaya.
"Apa Mbak" kataku terkejut.
"Bukan apa-apa Ris, kamu jangan berpikiran enggak-enggak sama Mbak. Ini hanya untuk meyakinkan Mbak bahwa kamu telah dewasa dan lain kali tidak menganggap kamu anak kecil lagi" kata Mbak Yuni
Lagi-lagi aku hanya diam, seakan nggak percaya. Ingin aku mengatakan iya, tapi takut dan malu. Mau menolak tapi aku pikir kapan lagi kesempatan seperti ini yang selama ini hanya bisa aku bayangkan.
"Gimana Ris? Tapi sekali aja ya.. dan kamu harus janji ini menjadi rahasia kita berdua" kata Mbak Yuni.
Aku hanya mengangguk kecil tanda bahwa aku mau.
"Kamu pasti belum pernah kan?" kata Mbak Yuni.
"Belum Mbak, tapi pernah lihat di film" kataku.
"Kalau begitu aku nggak perlu ngajari kamu lagi" kata Mbak Yuni.
Mbak Yuni lalu mencopot bajunya dan terlihatlah buah dadanya yang putih mulus terbungkus BH hitam, aku diam sambil memperhatikan, birahiku mulai naik. Lalu Mbak Yuni mencopot roknya dan paha mulus yang aku gerayangi tadi terlihat. Tangannya diarahkan ke belakang pundak dan BH itupun terlepas, sepasang buah dada berukuran sedang terlihat sangat indah dipadu dengan puting susunya yang mencuat kedepan. Mbak Yuni lalu mencopot CD hitamnya dan kini ia telah telanjang bulat. Penisku terasa tegang karena baru pertama kali ini aku melihat wanita telanjang langsung dihadapanku. Ia naik ke atas ranjang dan merebahkan badannya terlentang. Aku begitu takjub, bayangkan ada seorang wanita telanjang dan pasrah berbaring di ranjang tepat dihadapanku. Aku tertegun dan ragu untuk melakukannya.
"Ayo Ris.. apa yang kamu tunggu, Mbak udak siap kok, jangan takut, nanti Mbak bantu" kata Mbak Yuni.
Segera aku melepaskan semua pakaianku karena sebenarnya aku sudah tidak tahan lagi. Kulihat Mbak Yuni memperhatikan burungku yang berdenyut-denyut, aku lalu naik ke atas ranjang. Karena sudah tidak sabar, langsung saja aku memulainya. Langsung saja aku kecup bibirnya, kulumat-lumat bibirnya, terasa ia kurang meladeni bibirku, aku pikir mungkin suaminya tidak pernah melakukannya, tapi tidak aku hiraukan, terus aku lumat bibirnya. Sementara itu kuarahkan tanganku ke dadanya. Kutemukan gundukan bukit, lalu aku elus-elus dan remas buah dadanya sambil sesekali memelintir puting susunya.
"Ooh.. Ris.. apa yang kau lakukan.. ergh.. sshh.." Mbak Yuni mulai mendesah tanda birahinya mulai naik, sesekali kurasakan ia menelan ludahnya yang mulai mengental. Setelah puas dengan bibirnya, kini mulutku kuarahkan ke bawah, aku ingin merasakan bagaimana rasanya mengulum buah dada. Sejenak aku pandangi buah dada yang kini tepat berada di hadapanku, ooh sungguh indahnya, putih mulus tanpa cacat sedikitpun, seperti belum pernah terjamah lelaki. Langsung aku jilati mulai dari bawah lalu ke arah putingnya, sedangkan buah dada kanannya tetap kuremas-remas sehingga tambah kenyal dan mengeras.
"Emmh oh aarghh" Mbak Yuni mendesah hebat ketika aku menggigit puting susunya.
Kulirik wajahnya dan terlihat matanya merem melek dan giginya menggigit bibir bawahnya. Kini jariku kuarahkan ke selangkangannya. Disana kurasakan ada rumput yang tumbuh di sekeliling memeknya. Jari-jariku kuarahkan kedalamnya, terasa lubang itu sudah sangat basah, tanda bahwa ia sudah benar-benar terangsang. Kupermainkan jari-jariku sambil mencari klentitnya. Kugerakkan jari-jariku keluar masuk di dalam lubang yang semakin licin tersebut.
"Aargghh.. eemhh.. Ris kam.. mu ngapainn oohh.." kata Mbak Yuni meracau tak karuan, kakinya menjejak-jejak sprei dan badannya mengeliat-geliat. Tak kupedulikan kata-katanya. Tubuh Mbak Yuni semakin mengelinjang dikuasai nafsu birahi. Kuarasakan tubuh Mbak Yuni menegang dan kulihat wajahnya memerah bercucuran keringat, aku pikir dia sudah mau klimaks. Kupercepat gerakan jariku didalam memeknya.
"Ohh.. arghh.. oohh.." kata Mbak Yuni dengan nafas tersengal-sengal dan tiba-tiba..
"Oohh aahh.." Mbak Yuni mendesah hebat dan pinggulnya terangkat, badannya bergetar hebat beberapa kali. Terasa cairan hangat memenuhi memeknya.
"Ohh.. ohh.. emhh.." Mbak Yuni masih mendesah-desah meresapi kenikmatan yang baru diraihnya.
"Ris apa yang kamu lakukan kok Mbak bisa kayak gini" tanya Mbak Yuni.
"Kenapa emangnya Mbak? Kataku.
"Baru kali ini aku merasakan nikmat seperti ini, luar biasa" kata Mbak Yuni.
Ia lalu bercerita bahwa selama bersama suaminya ia tidak pernah mendapatkan kepuasan, karena mereka hanya sebentar saja bercumbu dan dalam bercinta suaminya cepat selesai.
"Mbak sekarang giliranku" kubisikkan ditelinganya, Mbak Yuni mengangguk kecil.
Aku mulai mencumbunya lagi. Kulakukan seperti tadi, mulai dari bibirnya yang kulumat, lalu buah dadanya yang aku nikmati, tak lupa jari-jariku kupermainkan di dalam memeknya.
"Aarghh.. emhh.. ooh.." terdengar Mbak Yuni mulai mendesah-desah lagi tanda ia telah terangsang.
Setelah aku rasa cukup, aku ingin segera merasakan bagaimana rasanya menusukkan burungku ke dalam memeknya. Aku mensejajarkan tubuhku diatas tubuhnya dan Mbak Yuni tahu, ia lalu mengangkangkan pahanya dan kuarahkan burungku ke memeknya. Setelah sampai didepannya aku ragu untuk melakukannya.
"Ayo Ris jangan takut, masukin aja" kata Mbak Yuni.
Perlahan-lahan aku masukkan burungku sambil kunikmati, bless terasa nikmat saat itu. Burungku mudah saja memasuki memeknya karena sudah sangat basah dan licin. Kini mulai kugerakkan pinggulku naik turun perlahan-lahan. Ohh nikmatnya.
"Lebih cepat Ris arghh.. emhh" kata Mbak Yuni terputus-putus dengan mata merem-melek.
Aku percepat gerakanku dan terdengar suara berkecipak dari memeknya.
"Iya.. begitu.. aahh.. ter.. rrus.. arghh.." Mbak Yuni berkata tak karuan.
Keringat kami bercucuran deras sekali. Kulihat wajahnya semakin memerah.
"Ris, Mbak mau.. enak lagi.. oohh.. ahh.. aahh.. ahh.." kata Mbak Yuni sambil mendesah panjang, tubuhnya bergetar dan kurasakan memeknya dipenuhi cairan hangat menyiram penisku.
Remasan dinding memeknya begitu kuat, akupun percepat gerakanku dan.. croott.. akupun mencapai klimaks aahh.., kubiarkan air maniku keluar di dalam memeknya. Kurasakan nikmat yang luar biasa, berkali-kali lebih nikmat dibandingkan ketika aku onani. Aku peluk tubuhnya erat-erat sambil mengecup puting susunya menikmati kenikmatan sex yang sesungguhnya yang baru aku rasakan pertama kali dalam hidupku. Setelah cukup kumenikmatinya aku cabut burungku dan merebahkan badanku disampinya.
"Mbak Yuni, terima kasih ya.." kubisikkan lirih ditelinganya sambil kukecup pipinya.
"Mbak juga Ris.. baru kali ini Mbak merasakan kepuasan seperti ini, kamu hebat" kata Mbak Yuni lalu mengecup bibirku.
Kami berdua lalu tidur karena kecapaian.
Kira-kira jam 3 pagi aku terbangun dan merasa haus sekali, aku ingin mencari minum. Ketika aku baru mau turun dari ranjang, Mbak Yuni juga terbangun.
"Kamu mau kemana Ris.." katanya.
"Aku mau cari minum, aku haus. Mbak Yuni mau?" Kataku.
Ia hanya mengangguk kecil. Aku ambil selimut untuk menutupi anuku lalu aku ke dapur dan kuambil sebotol air putih.
"Ini Mbak minumnya" kataku sambil kusodorkan segelas air putih.
Aku duduk di tepi ranjang sambil memandangi Mbak Yuni yang tubuhnya ditutupi selimut meminum air yang kuberikan.
"Ada apa Ris, kok kamu memandangi Mbak" katanya.
"Ah nggak Papa. Mbak cantik" kataku sedikit merayu.
"Ah kamu Ris, bisa aja, Mbak kan udah tua Ris" kata Mbak Yuni.
"Bener kok, Mbak malah makin cantik sekarang" kataku sambil kukecup bibirnya.
"Ris.. boleh nggak Mbak minta sesuatu" kata Mbak Yuni.
"Minta apa Mbak?" tanyaku penasaran.
"Mau nggak kamu kalau.." kata Mbak Yuni terhenti.
"Kalau apa Mbak?" kataku penuh tanda tanya.
"Kalau.. kalau kamu emm.. melakukannya lagi" kata Mbak Yuni dengan malu-malu sambil menunduk, terlihat pipinya memerah.
"Lho.. katanya tadi, sekali aja ya Ris.., tapi sekarang kok?" kataku menggodanya.
"Ah kamu, kan tadi Mbak nggak ngira bakal kayak gini" katanya manja sambil mencubit lenganku.
"Dengan senang hati aku akan melayani Mbak Yuni" kataku.
Sebenarnya aku baru mau mengajaknya lagi, e.. malah dia duluan. Ternyata Mbak Yuni juga ketagihan. Memang benar jika seorang wanita pernah merasa puas, dia sendiri yang akan meminta. Kami mulai bercumbu lagi, kali ini aku ingin menikmati dengan dengan sepuas hatiku. Ingin kunikmati setiap inci tubuhnya, karena kini aku tahu Mbak Yuni juga sangat ingin. Seperti tadi, pertama-tama bibirnya yang kunikmati. Dengan penuh kelembutan aku melumat-lumat bibir Mbak Yuni.
Aku makin berani, kugunakan lidahku untuk membelah bibirnya, kupermainkan lidahku. Mbak Yuni pun mulai berani, lidahnya juga dipermainkan sehingga lidah kami saling beradu, membuatku semakin betah saja berlama-lama menikmati bibirnya. Tanganku juga seperti tadi, beroperasi di dadanya, kuremas-remas dadanya yang kenyal mulai dari lembah hingga ke puncaknya lalu aku pelintir putingnya sehingga membuatnya menggeliat dan mengelinjang. Dua bukit kembar itupun semakin mengeras. Ia menggigit bibirku ketika kupelintir putingnya.
Aku sudah puas dengan bibirnya, kini mulutku mengulum dan melumat buah dadanya. Dengan sigap lidahku menari-nari diatas bukitnya yang putih mulus itu. Tanganku tetap meremas-remas buah dadanya yang kanan. Kulihat mata Mbak Yuni sangat redup, dan ia memagut-magut bibirnya sendiri, mulutnya mengeluarkan desahan erotis.
"Oohh.. arghh.. en.. ennak Ris.. emhh.." kata Mbak Yuni mendesah-desah.
Tiba-tiba tangannya memegang tanganku yang sedang meremas-remas dadanya dan menyeretnya ke selangkangannya. Aku paham apa yang diinginkannya, rupanya ia ingin aku segera mempermainkan memeknya. Jari-jarikupun segera bergerilya di memeknya. Kugerakkan jariku keluar masuk dan kuelus-elus klentitnya membuatnya semakin menggelinjang tak karuan.
"Ya.. terruss.. aarggghh.. emmhh.. enak.. oohh.." mulut Mbak Yuni meracau.
Setiap kali Mbak Yuni terasa mau mencapai klimaks, aku hentikan jariku menusuk memeknya, setelah dia agak tenang, aku permainkan lagi memeknya, kulakukan beberapa kali.
"Emhh Ris.. ayo dong jangan begitu.. kau jahat oohh.." kata Mbak Yuni memohon.
Mendengarnya membuatku merasa kasihan juga, tapi aku tidak akan membuatnya klimaks dengan jariku tetapi dengan mulutku, aku benar-benar ingin mencoba semua yang pernah aku lihat di bokep.
Segera aku arahkan mulutku ke selangkangannya. Kusibakkan rumput-rumpuat hitam yang disekeliling memeknya dan terlihatlah memeknya yang merah dan mengkilap basah, sungguh indah karena baru kali ini melihatnya. Aku agak ragu untuk melakukannya, tetapi rasa penasaranku seperti apa sih rasanya menjilati memek lebih besar. Segera aku jilati lubang itu, lidahku kujulurkan keluar masuk.
"Ris.. apa yang kamu lakukan.. arghh itu kan ji.. jik emhh.." kata Mbak Yuni.
Ia terkejut aku menggunakan mulutku untuk menjilati memeknya, tapi aku tidak pedulikan kata-katanya. Ketika lidahku menyentuh kelentitnya, ia mendesah panjang dan tubuhnya menggeliat tak karuan dan tak lama kemudian tubuhnya bergetar beberapa kali, tangannya mencengkeram sprei dan mulutku di penuhi cairan yang keluar dari liang kewanitaannya.
"Ohmm.. emhh.. ennak Ris.. aahh.." kata Mbak Yuni ketika ia klimaks.
Setelah Mbak Yuni selesai menikmati kenikmatan yang diperolehnya, aku kembali mencumbunya lagi karena aku juga ingin mencapai kepuasan.
"Gantian Mbak diatas ya sekarang" kataku.
"Gimana Ris aku nggak ngerti" kata Mbak Yuni.
Daripada aku menjelaskan, langsung aku praktekkan. Aku tidur telentang dan Mbak Yuni aku suruh melangkah diatas burungku, tampaknya ia mulai mengerti. Tangannya memegang burungku yang tegang hebat lalu perlahan-lahan pinggangnya diturunkan dan memeknya diarahkan ke burungku dan dalam sekejap bless burungku hilang ditelan memeknya. Mbak Yuni lalu mulai melakukan gerakan naik turun, ia angkat pinggangnya dan ketika sampai di kepala penisku ia turunkan lagi. Mula-mula ia pelan-pelan tapi ia kini mulai mempercepat gerakannya.
Kulihat wajahnya penuh dengan keringat, matanya sayu sambil merem melek dan sesekali ia melihat kearahku. Mulutnya mendesis-desih. Sungguh sangat sexy wajah wanita yang sedang dikuasai nafsu birahi dan sedang berusaha untuk mencapai puncak kenikmatan. Wajah Mbak Yuni terlihat sangat cantik seperti itu apalagi ditambah rambut sebahunya yang terlihat acak-acakan terombang ambing gerakan kepalanya. Buah dadanya pun terguncang-guncang, lalu tanganku meremas-remasnya. Desahannya tambah keras ketika jari-jariku memelintir puting susunya.
"Oh emhh yaah.. ohh.." itulah kata-kata yang keluar dari mulut Mbak Yuni.
"Aku nggak kuat lagi Ris.." kata Mbak Yuni sambil berhenti menggerakkan badannya, aku tahu ia segera mencapai klimaks.
Kurebahkan badannya dan aku segera memompa memeknya dan tak lama kemudian Mbak Yuni mencapai klimaks. Kuhentikan gerakanku untuk membiarkan Mbak Yuni menikmati kenikmatan yang diperolehnya. Setelah itu aku cabut penisku dan kusuruh Mbak Yuni menungging lalu kumasukkan burungku dari belakang. Mbak Yuni terlihat hanya pasrah saja terhadap apa yang aku lakukan kepadanya. Ia hanya bisa mendesah kenikmatan.
Setelah puas dengan posisi ini, aku suruh Mbak Yuni rebahan lagi dan aku masukkan lagi burungku dan memompa memeknya lagi karena aku sudah ingin sekali mengakhirinya. Beberapa saat kemudian Mbak Yuni ingin klimaks lagi, wajahnya memerah, tubuhnya menggelinjang kesana kemari.
"Ahh.. oh.. Mbak mau enak lagi Ris.. arrghh ahh.." kata Mbak Yuni.
"Tunggu Mbak, ki kita bareng aku juga hampir" kataku.
"Mbak udah nggak tahan Ris.. ahh.." kata Mbak Yuni sambil mendesah panjang, tubuhnya bergetar hebat, pinggulnya terangkat naik. Cairan hangat menyiram burungku dan kurasakan dinding memeknya seakan-akan menyedot penisku begitu kuat dan akhirnya akupun tidak kuat dan croott.. akupun mencapai klimaks, oh my god nikmatnya luar biasa. Lalu kami saling berpelukan erat menikmati kenikmatan yang baru saja kami raih.
share:


Cerita Sex Nikmatnya Tante Dona

Cerita Sex Nikmatnya Tante Dona


Cerita Sex Nikmatnya Tante Dona

Kejadian ini adalah sebagian dari kisah nyataku, yang terjadi kurang lebih 4 tahun yang lalu. Terus terang, aku sangat menyukai wanita yang berusia 30-40 tahun, dengan kulit mulus. Bagiku wanita ini sangat menarik, apalagi jika ‘jam terbangnya’ sudah tinggi, sehingga pandai dalam bercinta. Namun sebagai pegawai swasta yang bekerja, aku memiliki keterbatasan waktu, tidak mudah bagiku untuk mencari wanita tersebut. Hal ini yang mendorong aku untuk mengiklankan diriku pada sebuah surat kabar berbahasa Inggris, untuk menawarkan jasa ‘full body massage’. Uang bagiku tidak masalah, karena aku berasal dari keluarga menengah dan gajiku cukup, namun kepuasan yang ku dapat jauh dari itu. Sehingga aku tidak memasang tarif untuk jasaku itu, diberi berapapun kuterima.

Sepanjang hari itu, sejak iklanku terbit banyak respon yang kudapat, sebagian dari mereka hanya iseng belaka, atau hanya ingin ngobrol. Di sore hari, kurang lebih pukul 18.00 seorang wanita menelponku.
“Hallo dengan Ivan?” suara merdu terdengar dari sana.
“Ya saya sendiri” jawabku.
Dan seterusnya dia mulai menanyakan ciri-ciriku. Selanjutnya, “Eh ngomong-ngomong, berapa sich panjangnya kamu punya?” katanya.
“Yah normal sajalah sekitar 18 cm dengan diameter 6 cm.” jawabku.
“Wah lumayan juga yach, lalu apakah jasa kamu ini termasuk semuanya,” lanjutnya.
“Apa saja yang kamu butuhkan, kamu pasti puas dech..” jawabku. Dan yang agak mengejutkan adalah bahwa dia meminta kesediaanku untuk melakukannya dengan ditonton suaminya. Namun kurasa, wah ini pengalaman baru buatku.

Akhirnya dia memintaku untuk segera datang di sebuah hotel “R” berbintang lima di kawasan Sudirman, tak jauh dari kantorku. Aku menduga bahwa pasangan ini bukanlah sembarang orang, yang mampu membayar tarif hotel semahal itu. Dan benar dugaanku, sebuah president suite room telah ada di hadapanku. Segera kubunyikan bel di depan kamarnya. Dan seorang pria, dengan mengenakan kimono, berusia tak lebih dari 40 tahun membukakan pintu untukku.

“Ivan?” katanya.
“Ya saya Ivan,” jawabku. Lalu ia mencermatiku dari atas hingga bawah sebelum ia mempersilakan aku masuk ke dalam. Pasti dia tidak ingin sembarang orang menyentuh istrinya, pikirku.
“OK, masuklah” katanya. Kamar itu begitu luas dan gelap sekali. Aku memandang sekeliling, sebuah TV berukuran 52″ sedang memperlihatkan blue film.

Lalu aku memandang ke arah tempat tidur. Seorang wanita yang kutaksir umurnya tak lebih dari 30 tahun berbaring di atas tempat tidur, badannya dimasukkan ke dalam bed cover tersenyum padaku sambil menjulurkan tangannya untuk menyalamiku. “Kamu pasti Ivan khan? Kenalkan saya Donna” katanya lembut.
Aku terpana melihatnya, rambutnya sebahu berwarna pirang, kulitnya mulus sekali, wajahnya cantik, pokoknya perfect! Aku masih terpana dan menahan liurku, ketika dia berkata “Lho kok bingung sich”.
“Akh enggak..” kataku sambil membalas salamnya.
“Kamu mandi dulu dech biar segar, tuch di kamar mandi,” katanya.
“Oke tunggu yach sebentar,” jawabku sambil melangkah ke kamar mandi. Sementara, suaminya hanya menyaksikan dari sofa dikegelapan. Cepat-cepat kubersihkan badanku biar wangi. Dan segera setelah itu kukenakan celana pendek dan kaos.

Aku melangkah keluar, “Yuk kita mulai,” katanya.
Dengan sedikit gugup aku menghampiri tempat tidurnya. Dan dengan bodohnya aku bertanya, “Boleh aku lepaskan pakaianku?”, dia tertawa kecil dan menjawab, “terserah kau saja..”.
Segera kulepaskan pakaianku, dia terbelalak melihatku dalam keadaan polos, “Ahk.. ehm..” dan segera mengajakku masuk ke dalam bed cover juga. “Kamu cantik sekali Donna” kataku lirih.
Aku tak habis pikir ada wanita secantik ini yang pernah kulihat dan suaminya memperbolehkan orang lain menjamahnya, ah.. betapa beruntungnya aku ini. “Ah kamu bisa saja,” kata Donna.

Segera aku masuk ke dalam bed cover, kuteliti tubuhnya satu persatu. Kedua bulatan payudaranya yang cukup besar dan berwarna putih terlihat menggantung dengan indahnya, diantara keremangan aku masih dapat melihat dengan sangat jelas betapa indah kedua bongkah susunya yang kelihatan begitu sangat montok dan kencang. Samar kulihat kedua puting mungilnya yang berwarna merah kecoklatan. “Yaa aammpuunn..” bisikku lirih tanpa sadar, “Ia benar-benar sempurna” kataku dalam hati.

“Van..” bisik Tante Donna di telingaku.
Aku menoleh dan terjengah. Ya Ampuun, wajah cantiknya itu begitu dekat sekali dengan wajahku. Hembusan nafasnya yang hangat sampai begitu terasa menerpa daguku. Kunikmati seluruh keindahan bidadari di depanku ini, mulai dari wajahnya yang cantik menawan, lekak-lekuk tubuhnya yang begitu seksi dan montok, bayangan bundar kedua buah payudaranya yang besar dan kencang dengan kedua putingnya yang lancip, perutnya yang ramping dan pantatnya yang bulat padat bak gadis remaja, pahanya yang seksi dan aah.., kubayangkan betapa indah bukit kemaluannya yang kelihatan begitu menonjol dari balik bed cover. Hmm.., betapa nikmatnya nanti saat batang kejantananku memasuki liang kemaluannya yang sempit dan hangat, akan kutumpahkan sebanyak mungkin air maniku ke dalam liang kemaluannya sebagai bukti kejantananku.

“Van.. mulailah sayang..” bisik Tante Donna, membuyarkan fantasi seks-ku padanya. Sorotan kedua matanya yang sedikit sipit kelihatan begitu sejuk dalam pandanganku, hidungnya yang putih membangir mendengus pelan, dan bibirnya yang ranum kemerahan terlihat basah setengah terbuka, duh cantiknya. Kukecup lembut bibir Tante Donna yang setengah terbuka. Begitu terasa hangat dan lunak. Kupejamkan kedua mataku menikmati kelembutan bibir hangatnya, terasa manis.

Selama kurang lebih 10 detik aku mengulum bibirnya, meresapi segala kehangatan dan kelembutannya. Kuraih tubuh Tante Donna yang masih berada di hadapanku dan kubawa kembali ke dalam pelukanku.
“Apa yang dapat kau lakukan untukku Van..” bisiknya lirih setengah kelihatan malu.
Kedua tanganku yang memeluk pinggangnya erat, terasa sedikit gemetar memendam sejuta rasa. Dan tanpa terasa jemari kedua tanganku telah berada di atas pantatnya yang bulat. Mekal dan padat. Lalu perlahan kuusap mesra sambil kuberbisik, “Tante pasti tahu apa yang akan Ivan lakukan.. Ivan akan puaskan Tante sayang..” bisikku pelan. Jiwaku telah terlanda nafsu.

Kuelus-elus seluruh tubuhnya, akhh.. mulus sekali, dengan sedikit gemas kuremas gemas kedua belah pantatnya yang terasa kenyal padat dari balik bed cover. “Oouuhh..” Tante Donna mengeluh lirih.
Bagaimanapun juga anehnya aku saat itu masih bisa menahan diri untuk tidak bersikap over atau kasar terhadapnya, walau nafsu seks-ku saat itu terasa sudah diubun-ubun namun aku ingin sekali memberikan kelembutan dan kemesraan kepadanya. Lalu dengan gemas aku kembali melumat bibirnya. Kusedot dan kukulum bibir hangatnya secara bergantian dengan mesra atas dan bawah. Kecapan-kecapan kecil terdengar begitu indah, seindah cumbuanku pada bibir Tante Donna. Kedua jemari tanganku masih mengusap-usap sembari sesekali meremas pelan kedua belah pantatnya yang bulat pada dan kenyal. Bibirnya yang terasa hangat dan lunak berulang kali memagut bibirku sebelah bawah dan aku membalasnya dengan memagut bibirnya yang sebelah atas. ooh.., terasa begitu nikmatnya. Dengusan pelan nafasnya beradu dengan dengusan nafasku dan berulang kali pula hidungnya yang kecil membangir beradu mesra dengan hidungku. Kurasakan kedua lengan Tante Donna telah melingkari leherku dan jemari tangannya kurasakan mengusap mesra rambut kepalaku.

Batang kejantananku terasa semakin besar apalagi karena posisi tubuh kami yang saling berpelukan erat membuat batang kejantananku yang menonjol dari balik celanaku itu terjepit dan menempel keras di perut Tante Donna yang empuk, sejenak kemudian kulepaskan pagutan bibirku pada bibir Tante Donna.

Wajahnya yang cantik tersenyum manis padaku, kuturunkan wajahku sambil terus menjulurkan lidah di permukaan perutnya terus turun dan sampai di daerah yang paling kusukai, wangi sekali baunya. Tak perlu ragu.
“Ohh apa yang akan kau lakukan.. akh..” tanyanya sambil memejamkan mata menahan kenikmatan yang dirasakannya. Beberapa saat kemudian tangan itu malah mendorong kepalaku semakin bawah dan.., “Nyam-nyam..” nikmat sekali kemaluan Tante Donna. Oh, bukit kecil yang berwarna merah merangsang birahiku.

Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan, “Creep..” ujung hidungku kupaksakan masuk ke dalam celah kemaluan yang sudah sedari tadi becek itu.
“Aaahh.. kamu nakaal,” jeritnya cukup keras. Terus terang kemaluannya adalah terindah yang pernah kucicipi, bibir kemaluannya yang merah merekah dengan bentuk yang gemuk dan lebar itu membuatku semakin bernafsu saja. Bergiliran kutarik kecil kedua belah bibir kemaluan itu dengan mulutku. “Ooohh lidahmu.. ooh nikmatnya Ivan..” lirih Tante Donna.

Sementara aku asyik menikmati bibir kemaluannya, ia terus mendesah merasakan kegelian, persis seorang gadis perawan yang baru merasakan seks untuk pertama kali, kasihan wanita ini dan betapa bodohnya suaminya yang hanya memandangku dari kegelapan.

“Aahh.. sayang.. Tante suka yang itu yaahh.. sedoot lagi dong sayang oogghh,” ia mulai banyak menggunakan kata sayang untuk memanggilku. Sebuah panggilan yang sepertinya terlalu mesra untuk tahap awal ini.
Lima menit kemudian.. “Sayang.. Aku ingin cicipi punya kamu juga,” katanya seperti memintaku menghentikan tarian lidah di atas kemaluannya.
“Ahh.. baiklah Tante, sekarang giliran Tante,” lanjutku kemudian berdiri mengangkang di atas wajahnya yang masih berbaring. Tangannya langsung meraih batang kemaluan besarku dan sekejap terkejut menyadari ukurannya yang jauh di atas rata-rata.
“Okh Van.. indah sekali punyamu ini..” katanya padaku, lidahnya langsung menjulur kearah kepala kemaluanku yang sudah sedari tadi tegang dan amat keras itu.
“Mungkin ini nggak akan cukup kalau masuk di.. aah mm.. nggmm,” belum lagi kata-kata isengnya keluar aku sudah menghunjamkan burungku kearah mulutnya dan, “Croop..” langsung memenuhi rongganya yang mungil itu. Matanya menatapku dengan pandangan lucu, sementara aku sedang meringis merasakan kegelian yang justru semakin membuat senjataku tegang dan keras.
“Aduuh enaak.. oohh enaknya Tante oohh..” sementara ia terus menyedot dan mengocok batang kemaluanku keluar masuk mulutnya yang kini tampak semakin sesak. Tangan kananku meraih payudara besarnya yang menggelayut bergoyang kesana kemari sembari tangan sebelah kiriku memberi rabaan di punggungnya yang halus itu. Sesekali ia menggigit kecil kepala kemaluanku dalam mulutnya, “Mm.. hmm..” hanya itu yang keluar dari mulutnya, seiring telapak tanganku yang meremas keras daging empuk di dadanya.

“Crop..” ia mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya. Aku langsung menyergap pinggulnya dan lagi-lagi daerah selangkangan dengan bukit berbulu itu kuserbu dan kusedot cairan mani yang sepertinya sudah membanjir di bibir kemaluannya.
“Aoouuhh.. Tante nggak tahan lagi sayang ampuun.. Vann.. hh masukin sekarang juga, ayoo..” pintanya sambil memegang pantatku. Segera kuarahkan kemaluanku ke selangkangannya yang tersibak di antara pinggangku menempatkan posisi liang kemaluannya yang terbuka lebar, pelan sekali kutempelkan di bibir kemaluannya dan mendorongnya perlahan, “Ngg.. aa.. aa.. aa.. ii.. oohh masuuk.. aduuh besar sekali sayang, oohh..” ia merintih, wajahnya memucat seperti orang yang terluka iris.

Aku tahu kalau itu adalah reaksi dari bibir kemaluannya yang terlalu rapat untuk ukuran burungku. Dan Tante Donna merupakan wanita yang kesekian kalinya mengatakan hal yang sama. Namun jujur saja, ia adalah wanita setengah baya tercantik dan terseksi dari semua wanita yang pernah kutiduri. Buah dadanya yang membusung besar itu langsung kuhujani dengan kecupan-kecupan pada kedua putingnya secara bergiliran, sesekali aku juga berusaha mengimbangi gerakan turun naiknya diatas pinggangku dengan cara mengangkat-angkat dan memiringkan pinggul hingga membuatnya semakin bernafsu, namun tetap menjaga ketahananku dengan menghunjamkan kemaluanku pada setiap hitungan kelima.

Tangannya menekan-nekan kepalaku kearah buah dadanya yang tersedot keras sementara burungku terus keluar masuk semakin lancar dalam liang senggamanya yang sudah terasa banjir dan amat becek itu. Puting susunya yang ternyata merupakan titik nikmatnya kugigit kecil hingga wanita itu berteriak kecil merintih menahan rasa nikmat sangat hebat, untung saja kamar tidur tersebut terletak di lantai dua yang cukup jauh untuk mendengar teriakan-teriakan kami berdua. Puas memainkan kedua buah dadanya, kedua tanganku meraih kepalanya dan menariknya kearah wajahku, sampai disitu mulut kami beradu, kami saling memainkan lidah dalam rongga mulut secara bergiliran. Setelah itu lidahku menjalar liar di pipinya naik kearah kelopak matanya melumuri seluruh wajah cantik itu, dan menggigit daun telinganya. Genjotan pinggulnya semakin keras menghantam pangkal pahaku, burungku semakin terasa membentur dasar liang senggama.

“Ooohh.. aa.. aahh.. aahh.. mmhh gelii oohh enaknya, Vann.. ooh,” desah Tante Donna.
“Yaahh enaak juga Tante.. oohh rasanya nikmat sekali, yaahh.. genjot yang keras Tante, nikmat sekali seperti ini, oohh enaakk.. oohh Tante oohh..” kata-kataku yang polos itu keluar begitu saja tanpa kendali. Tanganku yang tadi berada di atas kini beralih meremas bongkahan pantatnya yang bahenol itu. Setiap ia menekan ke bawah dan menghempaskan kemaluannya tertusuk burungku, secara otomatis tanganku meremas keras bongkahan pantatnya. Secara refleks pula kemaluannya menjepit dan berdenyut seperti menyedot batang kejantananku.

Hanya sepuluh menit setelah itu goyangan tubuh Tante Donna terasa menegang, aku mengerti kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya, “Vann.. aahh aku nngaak.. nggak kuaat aahh.. aahh.. oohh..”
“Taahaan Tante.. tunggu saya dulu ngg.. ooh enaknya Tante.. tahan dulu .. jangan keluarin dulu..” Tapi sia-sia saja, tubuh Tante Donna menegang kaku, tangannya mencengkeram erat di pundakku, dadanya menjauh dari wajahku hingga kedua telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya. Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu, hingga aku meremas keras payudaranya untuk memaksimalkan kenikmatan orgasme itu padanya. “Ooo.. ngg.. aahh.. sayang sayang.. sayang.. ooh enaak.. Tante kelauaar.. oohh.. oohh..” teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu. Aku merasakan jepitan kemaluannya disekeliling burungku mengeras dan terasa mencengkeram erat sekali, desiran zat cair kental terasa menyemprot enam kali di dalam liang kemaluannya sampai sekitar sepuluh detik kemudian ia mulai lemas dalam pelukanku.

Sementara itu makin kupercepat gerakanku, makin terdengar dengan jelas suara gesekan antara kemaluan saya dengan kemaluannya yang telah dibasahi oleh cairan dari kemaluan Tante Donna. “Aaakhh.. enakk!” desah Tante Donna sedikit teriak.
“Tante.. saya mau keluar nich.. eesshh..” desahku pada Tante Donna.
“Keluarkanlah sayang.. eesshh..” jawabnya sambil mendesah.
“Uuugghh.. aaggh.. eenak Tante..” teriakku agak keras dengan bersamaannya spermaku yang keluar dan menyembur di dalam kemaluan Tante Donna.

“Hemm.. hemm..” suara itu cukup mengagetkanku. Ternyata suaminya yang sedari tadi hanya menonton kini telah bangkit dan melepas kimononya. “Sekarang giliranku, terima kasih kau telah membangkitkanku kau boleh meninggalkan kami sekarang,” katanya seraya memberikan segepok uang padaku.

Aku segera memakai pakaianku, dan melangkah keluar. Tante Donna mengantarkanku kepintu sambil sambil menghadiahkanku sebuah kecupan kecil, katanya “Terima kasih yach.. sekarang giliran suamiku, karena ia butuh melihat permainanku dengan orang lain sebelum ia melakukannya.”
“Terima kasih kembali, kalau Tante butuh saya lagi hubungi saya saja,” jawabku sambil membalas kecupannya dan melangkah keluar.

“Akh.. betapa beruntungnya aku dapat ‘order’ melayani wanita seperti Tante Donna,” pikirku puas. Ternyata ada juga suami yang rela mengorbankan istrinya untuk digauli orang lain untuk memenuhi hasratnya.
share:


Cerita Sex Aku dan Ibuku Plus Teman ibuku



TELEPON yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Silahkan ulangi beberapa menit lagi. Begitu yang kudengar setiap kupencet namanya pada memori HP ku. Lagi ada di mana si penjahat seks itu sampai HP nya dimatikan? Aku sampai lupa meminum es juice dan menyantap pisang keju yang terhidang di mejaku karena terus mencoba menghubungi Roni, temanku.
“Tumben sendirian. Biasanya sama Roni,” kata Bu Tiwi, pemilik kantin.

“Iya nih Bu, HP nya dimatikan. Nggak bisa dihubungi,” ujarku setelah menghirup es juice yang terhidang dan mengunyah pisang keju. Sebenarnya telah hilang selera makanku pada makananan dan minuman favoritku itu karena tak berhasil menghubungi Roni.

“Kalau mau bolos sekolah bareng mestinya janjian yang mateng. Jadi nggak manyun begitu,” ujar Bu Tiwi lagi sambil melayani pembeli yang lain.

Benar juga omongan Bu Tiwi. Ini memang salahku. Semestinya, semalam atau tadi sebelum berangkat kontak Roni dulu hingga bisa janjian. Kalau sudah begini, aku yang repot. Mau masuk sekolah udah kesiangan dan pasti pintu pagar udah ditutup sementara Roni tidak bisa dihubungi. Atau bisa jadi ia berangkat sekolah tanpa bawa HP.

Gagasan untuk bolos sekolah memang murni ideku dan belum kusampaikan ke Roni. Sewaktu mau berangkat, Rizal, temanku yang lain datang ke rumah dan meminjamkan sejumlah VCD porno yang pernah ia janjikan. Lalu muncul gagasan untuk membolos dan nonton bareng Roni di rumah. Aku yakin Roni pasti tak menolak. Karena seperti kata Rizal diantara film-film yang dipinjamkan, ada yang bercerita tentang hubungan seks antara seorang anak laki-laki dengan ibunya.

Thema seperti itu, atau setidaknya yang menggambarkan hubungan seks antara pria muda dengan wanita yang lebih dewasa bahkan yang lebih pantas menjadi ibunya, adalah yang sangat digemari Roni. Bahkan dalam pengalaman nyata, seperti pengakuan dan cerita Roni, ia sering menyetubuhi pembantunya, wanita yang telah berusia 43 tahun. Roni juga mengaku sering terangsang saat mengintip ibunya sendiri yang tengah telanjang. Itulah kenapa aku sering menyebutnya sebagai penjahat seks.

Di luar itu Roni juga yang mengajari dan memperkenalkanku pada kebiasaan onani. Menurutnya, aku tergolong pria puritan karena hingga berumur 18 tahun belum tahu dan tidak pernah melakukan onani. Dan ketika ia menggagas untuk membuat lubang rahasia untuk mengintip aktivitas ibuku dari kamarku yang memang bersebelahan dengan kamar ibu, aku tak kuasa menolaknya.

Menurut Roni, tubuh ibuku sangat menggairahkan dan merangsang. Sama seperti tubuh ibunya yang memang usianya tak jauh berbeda karena usia ibu 47 sedang ibunya Roni lebih muda setahun. Dan seperti ibunya Roni, ibuku juga sudah menjanda cukup lama. Hanya Roni punya kakak perempuan yang sudah menikah dan hidup terpisah. Sedangkan aku, anak tunggal dan hanya hidup berdua dengan ibu sejak kecil. Bahkan konon, sebenarnya aku bukan anak ayahku yang meninggal saat usiaku masih balita. Tapi buah perselingkuhan ibu dengan pemuda tetangganya setelah menikah cukup lama dan tidak punya anak.

“Sam memek ibumu besar dan membusung banget. Mau deh aku menjilati lubangnya. Ah, pasti enak banget kalau dientotin,” ujar Roni berbisik ketika ia menginap di kamarku suatu malam dan mengintip ke kamar ibu dari lubang rahasia yang kami buat. Saat itu, ibu tidur mengangkang tanpa mengenakan celana dalam dan dasternya tersingkap.

Malam itu Roni memuaskan diri beronani sambil sambil mengintip dan membayangkan menyetubuhi ibuku. Dan lucunya, aku juga melakukan yang sama. Hanya aku melakukan secara diam-diam setelah Roni tertidur pulas. Benar seperti kata Roni, wanita seusia ibu memang lebih matang dan merangsang. Sejak itu, aku sering mengintip ke kamar ibu di saat terangsang dan hendak beronani. Aku juga ingin merasakan nikmatnya bersetubuh dengan ibu kendati sejauh ini belum pernah melakukan sekali pun dengan wanita lain.

Satu jam lebih duduk tercenung sendiri di kantin Bu Tiwi akhirnya membuatku jenuh. Setelah sekali lagi mencoba menghubungi HP Roni tak tersambung, akhirnya kuputuskan untuk pulang. Paling ibu sudah berangkat ke Puskesmas tempatnya bekerja hingga nggak bakalan tahu kalau aku membolos, pikirku. Setelah membayar makanan, aku langsung keluar dan menyetop angkutan kota yang rutenya melewati jalur jalan dekat rumah. Motor memang sengaja tak kubawa karena tadinya berniat membolos dengan Roni.

Sampai di rumah, seperti biasa aku masuk lewat pintu belakang. Kunci rumah bagian depan memang selalu dibawa oleh ibu karena dia yang berangkat belakangan setiap hari. Aku membawa kunci pintu belakang agar tak repot mampir ke kantor ibu untuk mengambil kunci saat pulang sekolah.

Namun di dalam, saat masuk ke ruang tengah, aku dibuat kaget. sepeda motor Roni ada di sana terparkir di dekat motorku. Sementara tas hitam yang biasa dibawa ibu ke kantor teronggok di atas meja makan. Jadi ibu belum berangkat? Dan kenapa motor Roni ada di sini? Aku jadi curiga. Jangan-jangan Roni juga ada di sini dan lagi berdua dengan ibuku di kamarnya. Memikirkan kemungkinan itu, kuperlambat jalanku. Dengan berjingkat kumasuki kamarku sendiri. Setelah mengunci pintu kamar dari dalam, langsung kutuju lubang rahasia yang biasa kugunakan untuk mengintip ke kamar ibu.

Dugaanku tidak meleset. Roni ada di kamar itu berdua dengan ibuku. Di atas ranjang besar tempat tidur ibu, keduanya tengah melakukan perbuatan yang selayaknya tidak pantas dilakukan. Kulihat Ibu sudah tidak berpakaian dan satu-satunya penutup tubuh yang dikenakan hanya celana dalam warna hitam, duduk menyandar di dinding kamar. Ia terlihat sangat menikmati apa yang tengah dilakukan Roni pada dirinya. Ya Roni menghisapi salah satu pentil susu ibu di bagian kiri dengan mulutnya. Sementara payudaranya yang sebelah kanan, sesekali dibelai dan diremas gemas oleh pemuda teman akrab dan kawan sekolahku itu.

Seperti bayi yang kehausan, Roni menetek dengan lahap di payudara ibu yang besar. Pasti hisapannya sangat kuat pada puting susu ibu yang coklat kehitaman hingga ibu tampak menggelinjang menahan nikmat. Terlebih tangan Roni juga tak mau berhenti meremasi buah dadanya yang lain sambil sesekali memilin putingnya. “Ah… ah.. terus hisap Ron, ah enak banget. Tetek tante enak banget kamu begitukan Ron, ah.. sshh…ahh …aaahhh,” suara ibu terdengar mengerang dan melenguh menahan nikmat.

Mungkin seharusnya aku merasa jengah atau stidaknya memprotes atas apa yang tengah dilakukan Roni pada ibuku. Tetapi tidak, aku malah menikmati permainan mereka. Bahkan ingin rasanya aku menggantikan peran Roni. Karena sudah cukup lama aku ingin menyentuh dan menghisap tetek ibu bahkan sekaligus menyetubuhinya. Aku memang sangat terangsang setiap mengintip dan mendapati ibu tengah telanjang. Hanya selama ini aku hanya bisa menyetubuhi dalam angan-angan yakni beronani sambil membayangkan menyetubuhinya.

Aku makin terangsang ketika Roni mulai menciumi kemaluan ibu dari luar CD hitam yang dikenakannya. Kulihat ujung hidung Roni disentuhkan di bagian tengah memek ibu yang masih tertutup CD. Sesekali Roni juga menggunakan mulutnya untuk mengecup. Ah kenapa Roni tidak segera melepas saja CD hitam itu. Terus terang aku jadi tidak sabar untuk melihat bentuk sejelasnya vagina ibu. Selama ini, setiap mengintip, aku hanya bisa melihatnya sepintas. Kini, dengan posisi duduk mengangkang seperti itu, kalau CD nya dibuka pasti memek ibu bisa terlihat detilnya.

Ternyata harapanku tidak sia-sia. Hanya, bukan Roni yang mengambil insiatif tetapi malah ibuku. “Kamu sudah kangen sama memek tante ya Ron? Tante buka deh celana dalamnya biar kamu bisa melihat sepuasnya atau melakukan apa saja sesuka kamu. Tetapi baju dan celana kamu dibuka juga dong,” kata ibu sambil memelorotkan dan melepas celana dalamnya.

Kini ibuku benar-benar telanjang tanpa sehelai benang yang menutupinya setelah CD warna hitamnya dilepas dan dilemparkan sekenanya. Dan yang membuatku kaget, memek ibu yang biasanya terlihat lebat ditumbuhi rambut hitam, telah dicukur gundul. Padahal tiga hari lalu, saat aku mengintipnya dari kamar seusai mandi, vagina ibu masih tertutup oleh kerimbunan rambut hitam keritingnya.

Tetapi memek yang telah tercukur kelimis itu lebih merangsang karena seluruh detilnya jadi terlihat jelas. Dalam posisi duduknya yang mengangkang, kemaluan ibuku membentuk busungan besar yang terbelah di bagian tengahnya. Hanya, bibir bagian luarnya yang berwarna coklat kehitaman terlihat tebal dan berkerut. Kontras dengan warna di bagian dalam yang agak kemerahan. Sedangkan kelentitnya yang berada di ujung celah bagian atas, terlihat cukup besar ukurannya. Mungkin sebesar biji jagung dan tampak mencuat. Ah .. merangsang banget.

Bibir bagian luar memek ibu yang berwarna coklat kehitaman, tebal dan berkerut itu, kemungkinan terbentuk akibat seringnya tergesek kejantanan milik laki-laki. Baik milik almarhum suaminya semasa hidup atau milik ayah kandungku yang menjadi teman selingkuh ibu. Bahkan mungkin kontol beberapa pria lain yang pernah singgah dalam hidupnya karena beberapa tahun lalu sempat pula kudengar kabar ibu ada main dengan salah seorang atasannya hingga sebagai PNS ia sempat dipindahtugaskan ke daerah terpencil selama beberapa waktu.

Roni menghampiri ibuku setelah melepas baju seragam sekolah dan semua yang dikenakannya. Kontolnya tampak tegak mengacung dan keras. Hanya, soal ukuran, kuyakin setingkat di bawah punyaku yang lebih panjang dan besar. Tadinya kukira Roni akan langsung menindih dan menancapkan rudalnya di memek ibu yang memang telah menunggu untuk disogok.

Namun dengan santai, bak lelaki dewasa yang sudah berpengalaman dengan perempuan, direbahkannya tubuhnya dekat tubuh ibu mengangkang. Posisi kepalanya persis berada diantara kedua paha ibu yang terbuka lebar atau persis berhadapan dengan memek ibuku. Posisi itu dipilihnya, nampaknya agar ia dapat dengan mudah menatapi memek ibuku dari jarak sangat dekat dan sekaligus menyentuhnya.

Ibuku kian membuka lebar kangkangan pahanya ketika tangan Roni mulai menjamah bagian paling sensitif miliknya. Diusap-usapnya bibir luar memek ibu yang tebal dan berkerut dengan telapak tangannya dan sesekali diselipkannya ujung jari tengah tangan Roni ke lubang di antara celahnya. Disentuh sedemikian rupa oleh tangan Roni, terlebih ketika jari tengah teman sekolahku itu menyentuh kelentitnya, mulut ibu mulai mendesis dan melenguh.

Roni tak hanya menggunakan tangan untuk menyentuhnya tetapi mulai menggunakan lidahnya untuk menjilat dan mengkilik lubang kenikmatannya, maka desahan yang keluar berubah menjadi erangan. Bahkan tubuh ibuku terlihat menggelinjang dan tergetar ketika Roni mengecupi dan menghisapi kelentit ibuku. “Aauuw.. oh.. oh.. Ron kamu apakan memek tante. Ssshh.. sshh oh enak banget Ron. Ya.. ya ahh enak banget Ron, terus sayang ya terus aahhh ,” erangnya menahan nikmat.

Suara yang keluar dari mulut ibuku, bukannya membuat Roni menghentikan aksinya. Tetapi malah memberinya semangat untuk membuat aksi jilatan dan hisapan dengan mulutnya lebih efektif. Lidahnya makin dalam dijulurkan ke dalam lubang kemaluan itu dan hisapannya pada kelentit ibu dilakukannya dengan lebih keras dan gemas. Hingga tubuh ibuku berkali-kali meronta namun terlihat sangat menikmatinya.

Puncaknya, Roni tak hanya menjilati lubang memek ibuku. Lidahnya yang kuyakin telah terlatih untuk menjilati lubang kemaluan Bik Nah, wanita yang bekerja sebagai pembantu di rumahnya yang sering diceritakannya, mulai mencari sasaran lain. Itu kuketahui karena setelah ia meremas-remas pantat besar ibuku dan membukanya hingga lubang anusnya terlihat, lidahnya kembali dijulurkan dan diarahkan ke sana. Dan tanpa rasa jijik sedikitpun ia mulai menyapu-nyapukan lidahnya di lubang anus yang berwarna senada dengan memek ibu yang coklat kehitaman.

Tidak hanya menyapu dan menjilat, lidah Roni pun dicolokkan bagian ujungnya seolah berusaha menerobos ke bagian dalam lubang anus itu. Diperlakukan seperti itu ibu memekik keras menahan nikmat. “Iiiihhhh diapakan lagi tante Ron. Oh.. oh.. sshh… aahh enak banget Ron. Kamu pintar banget sayang. Tante nggak pernah merasakan yang seperti ini,” ungkapnya terbata di sela-sela rintihan dan lenguhan yang keluar dari mulut ibuku.

Mungkin karena sudah tak tahan menahan gairah yang kian memuncak, ibu akhirnya menggeser tubuh. Melepaskan pantatnya dari mulut Roni yang terus mencengkeram menyerang anusnya dengan jilatan lidahnya. Tadinya ibu bermaksud melakukan serangan balik yakni mengerjai kontol Roni dengan mulutnya. Namun Roni memaksa ingin tetap dapat mengerjai bagian bawah tubuh ibu. Hingga akhirnya disepakati untuk melakukan posisi 69 yang memungkinkan keduanya dapat menjilat dan menghisap bagian paling peka milik keduanya.

Dengan posisi merangkak di atas tubuh Roni yang telentang, ibu memulai aksinya dengan melakukan sapuan dan jilatan pada kepala penis Roni yang tegak mengacung. Lalu, dikulum dan dimasukkannya batang penis Roni ke dalam mulutnya sambil dihisap-hisapnya. Perlakuan serupa dilakukan ibu pada kedua biji pelir kemaluan Roni. Maka kini Roni dibuatnya seperti cacing kepanasan. Tubuh Roni terlihat mengejang. Ia juga mengerang melampiaskan rasa nikmat yang diterimanya dengan meremasi bongkahan pantat besar ibuku.

Menikmati adegan panas yang dilakukan ibu dan Roni dari tempatku mengintip, tanpa sadar aku mengeluarkan sendiri kontolku yang juga telah tegak mengacung dan mulai meremasinya sendiri. Nafasku memburu menahan gairah yang kian membakar. Ah, kapan aku bisa menyentuh dan menikmati keindahan tubuh ibu seperti yang tengah dilakukan Roni saat ini, keluhku membatin. Bahkan sempat pula menyelinap dalam anganku untuk menikmati kehangatan tubuh Tante Rodiyah, ibunya Roni.

Kocokan pada penisku makin kupercepat ketika adegan di kamar ibu mendekati klimaks. Kulihat ibu telah dalam posisi berjongkok di atas pinggul Roni dan mengarahkan lubang memeknya ke tonggak kontol Roni yang tegak mengacung. Maka ketika pantat ibu diturunkan perlahan, masuk dan amblaslah batang kontol itu ke dalam kehangatan kemaluan ibuku. “Kamu diam saja Ron, kini giliran tante yang memberi kenikmatan,” kata ibu sambil mulai menaik-turunkan pinggulnya.

Tidak hanya gerakan naik turun yang dilakukan ibu di atas tubuh Roni. Sesekali, sambil membenamkan lebih dalam kontol Roni di dalam lubang memeknya, pinggul ibu memutar-mutar hingga keduanya merasakan kenikmatan yang ditimbulkan. “Ah.. sshhh oh.. oh.. memek tante enak banget seperti menghisap. Oh.. oh enak banget tante, ah.. ah punya Roni mau keluar tan, ah… oh,”

“Tahan dulu Ron jangan dikeluarkan dulu. Kita ganti posisi ya? Biar keluarnya sama-sama enak,” ujar ibu sambil merubah posisi.

Tanpa menunggu lama, setelah ibu kembali dalam posisi mengangkang, Roni yang terlihat sudah tidak mampu lagi mengontrol gairahnya langsung mengarahkan ujung kontolnya ke lubang memek ibuku. Dan entah disengaja atau karena tak mampu menahan gairah yang menggebu, Roni menurunkan pinggulnya dengan sentakan yang cukup kuat. Akibatnya, di samping batang kemaluan Roni langsung amblas terbenam, ibu jadi memekik tertahan.

“Auw .. pelan-pelan dong sayang,”

“Maaf tente. Habis Roni gemes sih sama memek tante,” kata Roni sambil terus menaik turunkan tubuhnya di atas tubuh ibuku.

Awalnya hanya perlahan. Namun ketika ibu mulai meningkahi dengan menggoyang-goyang memutar pinggulnya, hunjaman kontol Roni di memek ibuku semakin cepat. Akibatnya peluh nampak berleleran pada pasangan berlainan jenis sekaligus berbeda usia cukup jauh yang tengah melampiaskan hasratnya itu. Sesekali tangan Roni kulihat menjamah dan meremasi tetek ibuku yang terguncang-guncang. Memilin-milin putingnya dan juga menghisap dengan mulutnya.

Tenda-tanda keduanya hendak mencapai klimaks terlihat ketika gerakan Roni terlihat kian tidak terkontrol. Begitu pun ibu, goyangan pinggulnya tidak berirama lagi. Puncaknya, keduanya sama-sama memekik dan mengerang dengan tubuh mengejang. Maka jebolah pertahanan Roni, maninya tercurah menyembur di lubang nikmat memek ibuku. Sedangkan ibuku, puncak orgasmenya ditunjukkan dengan belitan kakinya ke pinggang Roni dibarengi tubuh yang mengejang hebat.

Pagi itu, setelah ibu kembali ke kamar seusai membersihkan diri di kamar mandi, sebenarnya Roni mencoba melakukan pemanasan kembali. Saat ibu berdiri di depan meja rias dan hendak memakai celana dalam, Roni mencegahnya. Ia berjongkok di depannya dan mulai mengecupi memek ibu. Bahkan salah satu kaki ibu diangkatnya dan ditempatkannya di kursi meja rias hingga memudahkannya menjilati memek ibu. Namun kendati ibu terlihat kembali terangsang oleh hisapan mulut Roni pada kelentitnya, ia menolak melanjutkannya lebih jauh.

Menurut ibu, hari ini ada rapat penting di kantornya yang tidak dapat ditinggalkan. Maka Roni terpaksa harus menahan diri untuk kembali melampiaskan gairah mudanya yang masih menggebu. Keduanya meninggalkan rumah setelah berdandan rapi. Sedangkan aku, terpaksa meneruskan onaniku yang belum tuntas sambil membayangkan hangatnya tubuh ibuku.

Bagian II

Sejak peristiwa itu, aku jadi tahu kemana perginya Roni tiap membolos sekolah tanpa mengajakku. Belakangan memang Roni sering membolos tetapi tidak memberitahu dan mengajakku. Rupanya dia punya acara asyik ngentot dengan ibuku. Tetapi yang membuatku kagum dan mengundang rasa ingin tahuku, bagaimana awal mulanya hingga ia bisa berselingkuh dengan ibuku?

Untuk bertanya langsung padanya aku tidak berani. Takut dia jadi tahu bahwa sebenarnya perbuatannya dengan ibuku telah diketahui olehku dan pertemananku dengannya jadi renggang. Lagian terus terang, kalau diberi kesempatan, aku juga ingin banget bisa bisa menikmati memek ibu. Juga ngentot dengan ibunya Roni yang bodi dan keseksiannya nyaris sama dengan ibuku jadi aku harus membina keakraban dengan Roni. Hanya untuk melangkah ke arah itu aku belum berani dan tidak punya pengalaman seperti Roni.

Belakangan, sejak mengetahui antara ibu dan Roni ada hubungan khusus, aku sering memberi kesempatan agar mereka bisa menyalurkan hasratnya secara lebih leluasa. Saat Roni main ke rumah, aku pura-pura punya acara dengan teman lain dan meninggalkan mereka. Padahal, aku malah ke rumah Roni dengan berpura-pura pada ibunya hendak menemui dia. Hingga belakangan hubunganku dengan ibunya Roni makin akrab dan aku bebas melakukan apa saja di rumahnya seperti halnya Roni di rumahku.

Seperti sore itu, di saat Roni main ke rumah, aku berpura-pura udah janjian dengan pacarku untuk menghadiri acara ulang tahun. Padahal aku langsung ke rumah Roni. “Tadi katanya ke rumah kamu Did? Padahal udah dari tadi lho,” kata ibunya Roni saat aku masuk.

Saat membukakan pintu, ibunya Roni rupanya habis mandi. Tubuhnya basah dan hanya dibungkus handuk. Tetapi, handuk yang dipakai melilit tubuhnya sangat kekecilan. Hingga di bagian bawah hanya menutup sampai ke pangkal pahanya. Sementara teteknya yang besar menggunung tampak menyembul karena handuk itu tidak mampu menutup rapat bagian itu sepenuhnya.

Seperti halnya ibuku, ibunya Roni juga berbodi tinggi besar. Pantatnya besar membusung dengan pinggul yang mengundang. Hanya, kulit Tante Rodiyah (nama ibunya Roni) agak sedikit gelap. Tetapi kesemua bagian tubuhnya benar-benar merangsang hingga membuatku terpana menatapinya. Namun anehnya, kendati tatapanku terang-terangan tertuju pada pahanya yang menyembul dan bagian lain tubuhnya yang mengundang selera, ia seperti tak menghiraukannya.

Setelah mempersilahkanku masuk dan menutup pintu, dengan santai ia membereskan koran dan majalah yang terserak di ruang tamu. Posisinya yang agak membungkuk saat melakukan aktivitasnya itu menjadikan gairahku terpacu lebih kencang. Betapa tidak, karena handuknya yang kelewat kecil, bongkahan pantat besarnya kini benar-benar terpampang di hadapanku. Juga aku bisa melihat memeknya yang mengintip di antara pangkal pahanya.

Kuyakin itu disengaja. Karena ia seperti berlama-lama dalam posisi itu kendati koran dan majalah yang dibereskan hanya sedikit. Ah ingin rasanya meremas pantat besar yang menggunung itu. Atau mengelus memeknya yang sepertinya habis bercukur. Kalau Roni, mungkin ia sudah nekad melakukan apa yang diinginkan. Tetapi aku tidak memiliki keberanian hingga hanya jakunku yang turun naik menelan ludah.

“Eh Did, kamu ada acara nggak? Kalau nggak ada acara, tolong antar tante ya. Tante harus menagih ke orang tapi tempatnya jauh dan sulit kendaraan,” ujarnya setelah semua koran dan majalah tertata rapi di tempatnya.

“Eee.. ee bi.. bisa tante. Nggak ada acara kok,” kataku agak tergagap.

“Kalau begitu tante ganti baju dulu. Oh ya kalau kamu haus ambil sendiri di kulkas, mungkin masih ada yang bisa diminum,” ujarnya sambil tersenyum. Senyum yang sangat manis namun sangat sulit kuartikan.

Satu buah teh botol dingin yang kuambil dari kulkas langsung kutenggak dari botolnya. Rupanya, tontonan gratis yang sangat menggairahkanku tadi membuat tenggorokanku jadi kering hingga teh botol dingin itu langsung tandas. Belakangan baru kusadari, ternyata Tante Rodiyah tidak menutup kembali pintu kamarnya. Dengan bertelanjang bulat, karena handuk yang melilit tubuhnya telah dilepas, dengan santai ia memilih-milih baju yang hendak dikenakan. Maka kembali suguhan mengundang itu tersaji di hadapanku.

Bukan hanya pantatnya yang besar membusung. Buah dada Tante Rodiyah juga besar namun agak menggantung. Putingnya yang berwarna coklat kehitaman, terlihat mencuat. Ah ingin banget bisa membelai dan meremasnya atau menghisapnya seperti yang dilakukan Roni pada tetek ibuku. Sebenarnya aku ingin banget melihat bentuk memek Tante Rodiyah secara jelas. Namun karena posisinya membelakangiku, aku tak dapat melihatnya. Tetapi benar seperti kata Roni, tubuh ibunya yang berambut sebahu itu masih belum kehilangan pesonanya sebagai wanita.

Setelah menemukan baju yang dicari dan berniat dipakainya, Tante Rodiyah berbalik dan memergokiku tengah menatapi tubuh telanjangnya. Tetapi sepertinya ia tidak marah. Bahkan dengan santai, ia kenakan celana dalam di hadapanku. Hanya karena merasa tidak enak dan takut dianggap terlalu kurang ajar, aku segera meninggalkannya menuju ke ruang tamu untuk menunggunya.

Ibunya Roni meski telah bergelar hajah dan setiap keluar rumah selalu membungkus rapat tubuhnya dengan busana muslimah, namun masih menjalankan usaha yang tercela. Di samping bisnisnya sebagai pedagang perhiasan berlian, ia juga meminjamkan uang dengan bunga tinggi atau rentenir. Hanya kalau di rumah, pakaiannya sangat terbuka dan tidak sungkan-sungkan memamerkan tubuh indahnya seperti yang barusan dilakukan di hadapanku.

Rumah orang yang ditagih Tante Rodiyah ternyata memang cukup jauh dan kondisi jalannya juga jelek. Untung orangnya ada dan memenuhi janjinya membayar hutang hingga Tante Rodiyah terlihat sangat senang. Saat pulang, karena sudah malam dan kondisi jalan sangat jelek, beberapa kali motorku nyaris terguling. Karena takut terjatuh, Tante Rodiyah membonceng dengan memeluk erat tubuhku.

Dengan posisi membonceng yang terlalu mepet, sepasang gunung kembar Tante Rodiyah terasa menekan punggungku. Aku jadi membayangkan bentuknya yang kulihat saat ia telanjang di rumahnya. Hal itu membuatku terangsang dan menjadikan konsentrasiku mengendarai sepeda motor agak terganggu. Bahkan nyaris menabrak pengendara sepeda yang ada di hadapanku. Untung Tante Rodiyah segera mengingatkannya.

“Did karena kamu sudah mengantar tante, tante akan memberi hadiah istimewa. Tapi kamu harus menjawab dulu pertanyaan tante dengan jujur,” kata Tante Rodiyah saat perjalanan hampir sampai rumah.

“Pertanyaan apa Tan?”

“Tadi waktu lihat tante telanjang di kamar, kamu terangsang kan?” katanya berbisik di telingaku sambil kian merapatkan tubuhnya.

Aku tak menyangka ia akan bertanya seperti itu. Aku jadi bingung buat menajawabnya. Harusnya kujawab jujur bahwa aku sudah sangat terangsang. Tetapi aku nggak berani takut salah. Sampai akhirnya, kurasakan tangan Tente Rodiyah meraba bagian depan celana dan meraba kontolku yang telah tegang mengacung. “Ini buktinya punyamu tegang dan mengeras. Pasti karena terangsang membayangkan tetek tante yang menempel di punggungmu kan?”

“I..i.. iya tan,” kataku akhirnya menyerah.

“Nah gitu dong ngaku. Makanya cepet deh bawa motornya biar cepet sampai rumah. Kalau Roni belum pulang, nanti kamu boleh lihat punya tante sepuasmu,” ujarnya lagi sambil terus mengelus kontolku.

Penawaran ibunya Roni adalah sesuatu yang paling kudambakan selama ini. Maka langsung saja kupacu kencang laju sepeda motor seperti yang diperintahkannya. Mudah-mudahan saja Roni belum pulang hingga tidak membatalkan niat Tante Rodiyah untuk memberi hadiah istimewa seperti yang dijanjikannya. Mudah-mudahan ia masih terus asyik menikmati kehangatan tubuh ibuku seperti yang pernah kulihat.

Sampai di rumah, setelah tahu Roni belum pulang, aku diminta memasukkan sepeda motor dan menutup pintu. “Setelah itu tante tunggu di kamar,” ujarnya.

Namun setelah semua perintahnya kulaksanakan, aku ragu untuk masuk ke kamar Tante Rodiyah seperti yang diperintahkannya. Tidak seperti Roni yang telah berpengalaman dengan wanita setidaknya dengan pembantu di rumahnya dan dengan ibuku, aku belum pernah melakukannya meskipun sering beronani dan membayangkan menyetubuhi ibuku maupun ibunya Roni. Hingga aku hanya duduk mencenung di ruang tamu menunggu panggilan Tante Rodiyah.

Sampai akhirnya, mungkin karena aku tak kunjung masuk ke kamarnya, Tante Rodiyah sendiri yang keluar kamar menemuiku. Hanya yang membuatku kaget, ia keluar kamar bertelanjang bulat tanpa sehelai benang menutupi tubuhnya. “Katanya suka melihat tante telanjang, kok nggak cepet masuk ke kamar tante?” katanya menghampiriku.

Ia berdiri tepat di hadapan tempatku duduk seolah ingin mempertontonkan bagian paling pribadi miliknya agar terlihat jelas olehku. Tak urung jantungku berdegup lebih kencang dan jakunku turun naik menelan ludah. Betapa tidak, tubuh telanjang Tante Rodiyah kini benar-benar terpampang di hadapanku. Diantara kedua pahanya yang membulat padat, di selangkangannya kulihat memeknya yang menggunduk. Licin tanpa rambut karena habis dicukur. Dan seperti memek ibuku, bibir luar kemaluannya yang berwarna coklat kehitaman tampak berkerut-kerut.

Seperti kebanyakan wanita seusia dengannya, perut Tante Rodiyah sedikit membuncit dan ada lipatan-lipatan di sana. Namun buah dadanya yang menggantung dengan putingnya yang menonjol nampak lebih besar ketimbang milik ibuku. Ibu temanku itu hanya tersenyum melihat ulahku yang seperti terpana menatapi bukit kemaluannya.

Entah darimana datangnya keberanian itu, tiba-tiba tanganku terulur untuk meraba memek Tante Rodiyah. Hanya sebelum berhasil menyentuh, keraguan seperti menyergap hingga nyaris kuurungkan niatku. “Ayo Did pegang saja. Kamu ingin merabanya kan? Sudah lama punya tante nggak ada yang menyentuh lho,” kata Tante Rodiyah melihat keraguanku.

Hangat, itu yang pertama kali kurasakan saat telapak tanganku akhirnya mengusap memek wanita itu. Permukaannya agak kasar, mungkin karena bulu-bulu rambutnya yang habis dicukur. Sedangkan di bagian tengah, di bagian belahannya, daging kenyal yang berkerut-kerut itu terasa lebih hangat. Aku mengelus dan mengusapnya perlahan. Ah, tak kusangka akhirnya aku dapat menjamah kemaluan Tante Rodiyah yang sudah lama kudambakan.

Sambil tetap duduk, aku terus merabai memek ibu temanku itu. Bahkan jariku mulai mencolek-colek celah diantara bibir vaginanya yang berkerut. Lebih hangat dan terasa agak basah. Sebenarnya aku ingin sekali melihat bentuk kelentitnya. Namun karena Tante Rodiyah berdiri dengan kaki agak merapat, jadi agak sulit untuk dapat melihat kelentitnya dengan leluasa. Untungnya, Tante Rodiyah langsung tanggap. Tanpa kuminta, kaki kanannya diangkat dan ditempatkan di sandaran kursi tempat aku duduk.

Dengan posisinya itu, memek ibunya Roni jadi lebih terpampang di hadapanku dalam jarak yang sangat dekat. Kini bibir kemaluannya tampak terbuka lebar. Di bagian dalam warnanya kemerah-merahan. Dan kelentitnya yang ukurannya cukup besar juga terlihat mencuat. “Pasti kamu ingin lihat itil tante kan? Ayo lihat sepuasmu Did. Atau jilati sekalian. Tante ingin merasakan jilatan lidahmu,” ujar Tante Rodiyah lagi.

Ia mengatakan itu sambil memegang kepalaku dan menekannya agar mendekati ke selangkangannya. Jadilah wajahku langsung menyentuh memeknya karena tarikan Tante Rodiyah pada kepalaku memang cukup kuat. Saat itulah, aroma yang sangat asing yang belum pernah kukenal sebelumnya membaui hidungku. Bau yang timbul dari lubang memek ibunya Roni. Bau yang aneh tapi membuatku makin terangsang.

Aku jadi ingat segala yang dilakukan Roni pada memek ibuku. Maka setelah menciumi dengan hidungku untuk menikmati baunya, bibir kemaluannya yang berkerut langsung kulahap dan kucerucupi. Bahkan seperti menari, lidahku menjalari setiap inci lubang nikmat Tante Rodiyah. Sesekali lidahku menyodok masuk sedalam yang bisa dicapai dan di kesempatan yang lain, ujung lidahku menyapu itilnya. Hasilnya, Tante Rodiyah mulai merintih perlahan. Tampaknya ia mulai merasakan kenikmatan dari tarian lidahku di lubang kemaluannya.

“Ahh… sshh … aahh enak banget Did. Terus sayang, aahh .. ya.. ya enak sayang ahhh,” suara Tante Rodiyah mulai merintih dan mendesis.

Ia juga mulai merabai dan meremasi sendiri buah dadanya. Aku jadi makin bersemangat karena yang kulakukan telah membuatnya terangsang. Itil Tente Rodiyah tidak hanya kujilat, tetapi kukecup dan kuhisap-hisap. Sementara bongkahan pantat besarnya juga kuraih dan kuremasi dengan tanganku. “Auu … enak banget itil tante kamu hisap sayang! Aahh…. sshhh ..ohh… enak banget. Kamu pinter banget Did,… ahhh ….ssshh …ahhh,” rintihanya makin menjadi.

Cukup lama aku mengobok-obok memek Tante Rodiyah dengan mulut dan lidahku. Memeknya menjadi sangat basah karena dibalur ludahku bercampur dengan cairan vaginanya yang mulai keluar. Akhirnya, mungkin karena kecapaian berdiri atau gairahnya semakin memuncak, ia memintaku untuk menghentikan jilatan dan kecupanku di liang sanggamanya. “Kalau diterusin bisa bobol deh pertahanan tante,” ujarnya sambil memintaku untuk berganti posisi.

Namun sebelumnya, ia memintaku untuk membuka semua yang masih kukenakan. Bahkan seperti tak sabar, saat aku tengah melepas bajuku ia membantu melepas ikat pinggang dan memelorotkan celana jins yang kukenakan. Termasuk celana dalamku juga dilolosinya.”Wow… kontol kamu gede banget Did! Keras lagi,” seru Tante Rodiyah saat melihat kontolku telah terbebas dari pembungkusnya.

Dibelai dan di elus-elusnya kontolko sesaat. Ia sepertinya mengagumi ukuran kontolku. Lalu ia duduk di kursi tempat aku duduk sebelumnya dengan posisi mengangkang. Kedua kakinya dibukanya lebar-lebar hingga memeknya yang membusung terpampang dengan belahan di bagian tengahnya membuka. Kelentitnya yang mencuat nampak mengintip di sela-sela bibir luar kemaluannya yang berkerut-kerut.

Tante Rodiyah yang nampaknya jadi tak sabar langsung menarikku mendekat. Dibimbing tangan wanita itu kontolku diarahkan ke lubang memeknya. “Dorong dan masukkan Did kontolmu. Ih gemes deh, punya kamu besar banget,”.

Tanpa menunggu perintahnya yang kedua kali, aku langsung menekan dan mendorong masuk kontolku ke lubang memeknya. Tapi, “Aaauuww,.. jangan kencang-kencang Did. Bisa jebol nanti memek tante,” pekik Tante Rodiyah.

Aku jadi kaget dan berusaha menarik kembali kontolku namun dicegah olehnya. “Jangan sayang, jangan ditarik. Biarkan masuk tetapi pelan-pelan saja ya,” pintanya.

Seperti yang dimintanya, batang kontolku yang baru masuk sepertiga bagian kembali kudorong masuk. Namun dorongan yang kulakukan kali ini sangat perlahan. Hasilnya, bukan cuma Tante Rodiyah yang terlihat menikmati sodokan kontolku di memeknya. Tetapi aku pun merasakan sensasi kenikmatan yang sangat luar biasa. Kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Kenikmatan yang sulit kulukiskan.

Terlebih ketika kontolku mulai kukeluarmasukkan ke dalam lubang nikmat itu. Ah, luar biasa nikmat. Jauh lebih enak menikmati kehangatan memek Tante Rodiyah secara langsung ketimbang hanya membayangkan dan mengocok sendiri dengan tangan. Bagian dalam dinding memek Tante Rodiyah seperti menjepit dan menghisap hingga menimbulkan kenikmatan tiada tara.

“Terus Did,.. uh… uhh… kontolmu enak banget. Gede dan marem banget. Ah iya Did, terus sogok memek Tante sayang. Ah,.. ahh… ahhhh,” Tante Rodiyah mengerang nikmat.

Mendengar erangannya, aku jadi kian bersemangat mengentotinya. Apalagi aku melakukannya sambil terus memandangi memeknya yang tengah diterobosi kontolku. Ternyata, di bibir luar kemaluan Tante Rodiyah ada sebentuk daging yang menggelambir. Saat batang penisku kudorong masuk, daging menggelambir itu ikut terdorong masuk. Namun saat aku menariknya, bagian tersebut juga ikut keluar. Melihat itu sodokan kontolku pada lubang nikmat wanita itu kian bersemangat.

“Memek Tante nggak enak ya Did? Kok dilihatin begitu?” Kata Tante Rodiyah. Rupanya ia memperhatikan ulahku.

“Eee. enak bangat Tante. Sungguh. Memek tante bisa meremas. Saya sangat suka,” ujarku tanpa berterus terang perihal bagian daging yang menggelambir dan menarik perhatianku.

“Bener Did? Kalau kamu suka, kapanpun kamu boleh entotin terus tante. Tante juga suka banget kontol kamu. Ahhh sshhh… aakkhhh… enakk bangat sayang. Ohhh terus Did, ayo sayang sogok terus. Ahhh… ahh …ah,”

Sambil terus melakukan sodokan ke liang sanggamanya, perhatianku juga tertarik pada buah dada Tante Rodiyah yang terlihat terguncang-guncang seiring dengan guncangan tubuhnya. Maka langsung saja kuremas-remas teteknya yang berukuran besar namun agak kendur itu. Sesekali kedua putingnya yang mencuat, berwarna coklat kehitaman kupilin dengan jari-jariku. Alhasil Tante Rodiyah kian kelojotan, desah nafasnya semakin berat dan erangannya semakin menjadi.

Aku menjadi keteter ketika wanita itu mulai melancarkan serangan balik dan menunjukkan kelihaiannya sebagai wanita berusia matang. Ia yang tadinya mengambil sikap pasif dan hanya menikmati setiap sogokan kontolku di memeknya, mulai menggoyangkan pinggulnya. Goyangannya seakan mengikuti irama sodokan kontolku di memeknya.

Maka yang kurasakan sungguh di luar perhitunganku. Jepitan dinding vaginanya pada kemaluanku terasa semakin menghimpit dan putarannya membuat batang kontolku serasa digerus dan dihisap. “Oohh… ohh… sshhh ..ssh ah enak bangat tante. Memek tante enak banget. Sss sa.. saya nggakk.. tahan tante. Ohh… ohhhh,”

“Tahan Did, tante juga hampir sampai. Ah enak banget… kontol kamu enak banget Did. Ah.. sshhh ahh….sshh ahh ahhh,”

Seperti yang diinginkannya, aku berusaha keras menahan jebolnya pertahananku. Namun saat goyangan pantat Tante Rodiyah kian menjadi, berputar dan meliuk-liuk lalu disusul dengan melingkarnya kedua kaki wanita itu ke pinggangku dan menariknya, akhirnya ambrol juga semua yang kutahan. Seperti air bah, air maniku memancar deras dari ujung penis mengguyur bagian dalam memek ibu temanku itu diantara rasa nikmat yang sulit kulukiskan. “Saya nggak tahan tante, ahh… ssshhh ..ahhh… ah..aakkhhhhhhh,”

Kenikmatan yang kudapat semakin berlipat ketika beberapa detik berselang, memek Tante Rodiyah berkejut-kejut menjepit, meremas dan seperti menghisap dengan keras kontolku. Rupanya, ia juga telah sampai pada puncak gairahnya. “Tante juga nyampai Did. Ahh.. sshhh… ohhh …ooohh … aakkkhhh,. Enak bangat Did,… ahhh,.. akkhhhh …..aaaakkkkhhhhhhhh,” ia merintih keras dan diakhiri dengan erangan panjang.

Tante Rodiyah menciumiku dan memeluk erat tubuhku dalam dekapan hangat tubuhnya yang bermandi keringat setelah puncak kenikmatan yang kami rasakan. “Tante sangat puas Did. Sudah lama tante tidak merasakan yang seperti ini. Kalau kamu suka, pintu rumah tante selalu terbuka kapan saja,” katanya sambil terus memeluk dan menciumiku sampai akhirnya ia mengajakku mandi bersama.

Malam itu setelah makan bersama, aku dan Tante Rodiyah mengulang beberapa kali permainan panas yang tidak sepantasnya dilakukan. Berkali-kali air maniku muncrat membasahi lubang memeknya dan membuat lemas sendi-sendiku. Namun, berkali-kali pula Tante Rpdiyah mengerang dan merintih oleh sogokan kontolku. Baru saat menjelang pagi kami sama-sama terkapar kelelahan
 
powered by blogger (c) 2012 CERITA SEX